Kemanusiaan dan Keilahian Kristus

Perdebatan pada abad I s.d V dalam doktrin Kekristenan lebih banyak berkisar masalah pengenalan terhadap pribadi Yesus Kristus. Hampir semua perdebatan mengangkat topik ini dengan mempertanyakan: Siapakah Yesus Kristus itu? Dari berbagai perdebatan dan diskusi itu, muncul berbagai golongan yang mencoba mengusulkan hasil diskusi mereka, dengan memperkenalkan siapakah sebenarnya pribadi Yesus Kristus itu. Namun sayang sekali ada beberapa golongan yang keliru dalam pengenalan ini. Karena sebagian hanya menekankan soal kemanusiaan Kristus saja dan mengabaikan keilahian-Nya. Sedangkan sebagian lagi hanya menekankan soal keilahian-Nya, walaupun pengenalannya tidak secara utuh. Beberapa contoh dari pandangan yang keliru tersebut antara lain: Ebionit percaya bahwa Yesus hanyalah manusia biasa saja; Modalistik Monarchianis percaya bahwa Yesus adalah salah satu model atau manifestasi dari Allah; Dinamik Monarchianis sebaliknya percaya bahwa pribadi Yesus hanyalah manusia biasa saja; Gnostik menolak bahwa Yesus Kristus berinkarnasi menjadi seorang manusia; Anti-Gnostik sebaliknya menolak keilahian Kristus sebagai Logos (Firman Allah); Arianisme percaya bahwa Yesus hanyalah salah satu subordinasi dari Allah.

PANDANGAN PARA PATRISTIK GEREJA TENTANG KEPRIBADIAN KRISTUS

Terhadap semua ajaran yang menyesatkan di atas, bapa gereja Athanasius melakukan pembelaan iman sesuai dengan ajaran Alkitab, dan melahirkan beberapa konsili bapa-bapa (patristik) gereja. Antara lain:

1. Konsili Nicea (325 M) menegaskan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah Allah yang total (utuh) dan manusia yang total (utuh).

2. Konsil Konstantinopel (381 M) mengulangi penegasan Konsili Nicea yang meyakinkan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah 100% Allah dan 100% manusia.

3. Konsili Chalcedon (451 M) selanjutnya merumuskan hubungan antara Keilahian Kristus dan Kemanusiaan Kristus ini sebagai berikut : Bahwa Yesus memiliki dua natur dalam satu pribadiNya. Hubungan antara kedua natur ini adalah : Tidak bercampur, tidak berubah, tidak berbagi, dan tidak terpisah.

Kebenaran ini begitu unik. Bahwa Yesus Kristus yang satu pribadi itu memiliki dua natur yang berbeda, yaitu natur Allah yang sempurna 100% dan natur manusia yang sempurna 100%. Sesungguhnya, di dunia ini tidak ada satu pun analogi atau contoh yang bisa menjelaskan dan mewakili kebenaran ini. Sama seperti kebenaran Tritunggal, tidak ada satu pun analogi atau contoh yang bisa mewakili atau menjelaskannya dengan sempurna. Namun, tidak berarti kebenaran ini tidak penting dan boleh diabaikan. Justru sangat penting dan harus dipelajari sejauh apa yang disaksikan oleh Alkitab, Fiman Allah yang tertulis itu. Sebab Alkitab adalah ukuran atau standar dalam iman dan pengetahuan kita tentang Allah. Jadi, bila Alkitab berbicara kita bisa mengerti dan harus percaya. Bila Alkitab diam, kita pun harus belajar berdiam diri dan menerima keterbatasan pikiran, perasaan, pengalaman dan hikmat kita.

BUKTI-BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS

1. Yesus Lahir Seperti Manusia Lainnya. Yesus lahir dari seorang wanita (Galatia 4:4). Kenyataan ini dikuatkan oleh kisah-kisah kelahiran-Nya dari seorang anak dara (Matius 1:18 -2:11; Lukas 1:30-38; 2:1-20). Karena hal ini, Yesus disebut "anak Daud, anak Abraham" (Matius 1:1) dan dikatakan bahwa Ia "menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud" (Roma 1:3). Karena alasan yang sama, Lukas merunut asal usul Yesus sampai kepada Adam (Lukas 3:23-38). Peristiwa ini merupakan penggenapan janji kepada Hawa (Kejadian 3:15) dan kepada Ahas (Yesaya 7:14). Pada beberapa kesempatan Yesus disebutkan sebagai anak Yusuf, namun kita akan melihat bahwa setiap kali hal ini terjadi, orang yang melakukannya itu bukanlah sahabat Yesus atau mereka kurang mengenal Dia (Lukas 4:22; Yohanes 1:45; 6:42; bandingkan dengan Matius 13:55). Bila ada bahaya bahwa pembaca kitab Injil akan menganggap penulis Injil tersebut bermaksud untuk menyatakan bahwa Yesus betul-betul anak Yusuf, maka penulis menambahkan sedikit penjelasan untuk menunjukkan bahwa anggapan semacam itu tidak benar. Oleh karena itu dalam Lukas 23:23 kita membaca bahwa Yesus adalah anak Yusuf "menurut anggapan orang" dan di dalam Roma 9:5 dinyatakan bahwa Kristus berasal dari Israel dalam "keadaan-Nya sebagai manusia".

Dalam kaitan ini telah diajukan satu pertanyaan penting: Bila Kristus itu lahir dari seorang perawan, apakah Ia juga mewarisi sifat yang berdosa dari ibu-Nya? Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa Yesus tidak berhubungan dengan dosa. Alkitab menandaskan bahwa Yesus "tidak mengenal dosa" (2 Korintus 5:21); dan bahwa Ia adalah "yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa" (Ibrani 7:26); dan bahwa "di dalam Dia tidak ada dosa" (1 Yohanes 3:5). Pada saat memberitahukan bahwa Maria akan melahirkan Anak Allah, Gabriel menyebutkan Yesus sebagai "kudus" (Lukas 1:35). Iblis tidak berkuasa apa-apa atas diri Yesus (Yohanes 14:30); ia tak ada hak apa pun atas Anak Allah yang tidak berdosa itu. "Dosalah yang membuat Iblis berkuasa atas manusia, tetapi di dalam Yesus tidak ada dosa." Melalui naungan ajaib Roh Kudus, Yesus lahir sebagai manusia yang tidak berdosa.

2. Yesus Tumbuh Dan Berkembang Seperti Manusia Normal. Yesus berkembang secara normal sebagaimana halnya manusia. Oleh karena itu dikatakan dalam Alkitab bahwa Ia "bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya" (Lukas 2:40), dan bahwa Ia "makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia" (Lukas 2:52). Perkembangan fisik dan mental Kristus ini tidak disebabkan karena sifat ilahi yang dimiliki-Nya, tetapi diakibatkan oleh hukum-hukum pertumbuhan manusia yang normal. Bagaimanapun juga, kenyataan bahwa Kristus tidak mempunyai tabiat duniawi dan bahwa Ia menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan, yang berdosa, sudah pasti turut mempengaruhi perkembangan mental dan fisik-Nya. Perkembangan mental Yesus bukanlah semata-mata hasil pelajaran di sekolah-sekolah pada zaman itu (Yohanes 7:15), tetapi harus dianggap sebagai hasil pendidikan-Nya dalam keluarga yang saleh, kebiasaan-Nya untuk selalu hadir dalam rumah ibadah (Lukas 4:16), kunjungan-Nya ke Bait Allah (Lukas 2:41, 46), penelaahan Alkitab yang dilakukan-Nya (Lukas 4:17), dan juga karena Ia menggunakan ayat-ayat Alkitab ketika menghadapi pencobaan, dan karena persekutuan-Nya dengan Allah Bapa (Markus 1:35;Yohanes 4:32-34).

3. Ia Memiliki Unsur-Unsur Hakiki Sifat Manusia. Bahwa Kristus memiliki tubuh jasmaniah jelas dari ayat-ayat yang berbunyi, "mencurahkan minyak itu ke tubuh-Ku" (Matius 26:12); "yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah adalah tubuh-Nya sendiri" (Yohanes 2:21); "Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapatkan bagian dalam keadaan mereka [darah dan daging]" (Ibrani 2:14); "tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagi-Ku" (Ibrani 10:5); "kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus" (Ibrani 10:10). Bahkan setelah Ia dibangkitkan Ia mengatakan, "Rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku" (Lukas 24:39). Bukan saja Kristus memiliki tubuh manusiawi yang fisik, Ia juga memiliki unsur-unsur sifat manusiawi lainnya, seperti kecerdasan dan sifat sukarela. Ia mampu berpikir dengan logis. Alkitab berbicara tentang Dia sebagai memiliki jiwa dan/atau roh (Matius 26:38; bandingkan dengan Markus 8:12; Yohanes 12:27; 13:21; Markus 2:8;Lukas 23:46; dalam Alkitab bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai hati dan nyawa). Ketika mengatakan bahwa Ia mengambil sifat seperti kita, kita selalu harus membedakan antara sifat manusiawi dan sifat yang berdosa;Yesus memiliki sifat manusiawi, tetapi Ia tidak memiliki sifat yang berdosa.

4. Ia Mempunyai Nama-Nama Manusia. Ia memiliki banyak nama manusia. Nama "Yesus", yang berarti "Juruselamat" (Matius 1:21), adalah kata Yunani untuk nama "Yosua" di Perjanjian Lama (bandingkan Kisah 7:45; Ibrani 4:8). Ia disebut "anak Abraham" (Matius 1:1) dan "anak Daud". Nama "anak Daud" sering kali muncul dalam Injil Matius (1:1; 9:27; 12:23; 15:22; 20:30, 31;21:9, 15). Nama "Anak Manusia" terdapat lebih dari 80 kali dalam Perjanjian Baru. Nama ini berkali-kali dipakai untuk Nabi Yehezkiel (2:1; 3:1; 4:1, dan seterusnya), dan sekali untuk Daniel (8:17). Nama ini dipakai ketika bernubuat tentang Kristus dalam Daniel 7:13 (bandingkan Matius 16:28). Nama ini dianggap oleh orang-orang Yahudi sebagai mengacu kepada Mesias. Hal ini jelas dari kenyataan bahwa imam besar merobek jubahnya ketika Kristus menerapkan nubuat Daniel ini kepada diri-Nya sendiri (Lukas 26:64, 65). Orang-orang Yahudi memahami bahwa istilah ini menunjuk kepada Mesias (Yohanes 12:34), dan menyebut Kristus itu Anak Manusia adalah sama dengan menyebut Dia Anak Allah (Lukas 22:69, 70). Ungkapan ini bukan saja menunjukkan bahwa Ia adalah benar-benar manusia, tetapi bahwa Ia juga adalah wakil seluruh umat manusia (bandingkan Ibrani 2:6-9).

5. Ia Memiliki Berbagai Kelemahan Yang Tak Berdosa Dari Sifat Manusiawi. Karena itu, Yesus pernah lelah (Yohanes 4:6), lapar (Matius 4:2; 21:18), haus (Yohanes 19:28); Ia pernah tidur (Matius 8:24; bandingkan Mazmur 121:4); Ia dicobai (Ibrani 2:18; 4:15; bandingkan Yakobus 1: 13); Ia mengharapkan kekuatan dari Bapa-Nya yang di sorga (Markus 1:35; Yohanes 6:15; Ibrani 5:7); Ia mengadakan mukjizat (Matius 12:28), mengajar (Kisah 1:2), dan mempersembahkan diri-Nya kepada Allah oleh Roh Kudus (Kisah 10:38; Ibrani 9:14). Orang-orang Kristen memiliki seorang imam besar di sorga dengan kemampuan yang tiada terhingga untuk merasa belas kasihan terhadap mereka dalam semua bahaya, dukacita, dan pencobaan yang mereka alami dalam kehidupan, karena Ia sendiri mengalami semuanya itu, karena Ia menjadi sama dengan manusia. Kembali harus ditekankan bahwa menyebutkan kelemahan-kelemahan dalam sifat Kristus tidaklah berarti kelemahan-kelemahan yang berdosa.

6. Berkali-Kali Ia Disebut Sebagai Manusia. Yesus menganggap diri-Nya sendiri manusia (Yohanes 8:40). Yohanes Pembaptis (Yohanes 1:30), Petrus (Kisah 2:22), dan Paulus (1 Korintus 15:21, 47; Filipi 2:8; bandingkan Kisah 13:38) menyebut- Nya manusia. Kristus benar-benar diakui sebagai manusia (Yohanes 7:27; 9:29; 10:33), sehingga Ia dikenal sebagai orang Yahudi (Yohanes 4:9); Ia dikira lebih tua dari usia sebenarnya (Yohanes 8:57); dan Ia dituduh telah menghujat Allah karena berani menyatakan bahwa diri-Nya lebih tinggi daripada manusia (Yohanes 10:33). Bahkan setelah bangkit, Kristus nampak sebagai manusia (Yohanes 20:15; 21:4, 5). Lagi pula, sekarang ini Ia berada di sorga sebagai manusia (I Timotius 2:5), akan datang kembali (Matius 16:27, 28; 25:31; 26:64, 65), serta menghakimi dunia ini dengan adil sebagai manusia (Kisah 17:31).

BUKTI-BUKTI KEILAHIAN YESUS KRISTUS

1. Kristus memiliki dan menunjukkan sifat-sifat KeilahianNya. Kristus berdasarkan pengakuanNya sendiri Kristus memiliki sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh Allah, yaitu: (1) Kekekalan: Ia mengaku sudah ada sejak kekal (Yohanes 8:58; 17:5); (2) Mahahadir: Ia mengaku hadir di mana-mana (Matius 18:20; 28:20); (3) Mahatahu: Ia memperlihatkan pengetahuan tenaang hal-hal yang hanya dapat diketahui jika Ia mahatahu (Matius16:21; Lukas 6:8; 11:7; Yohanes 4:29); (4) Mahakuasa: Ia memperagakan dan menyatakan kekuasaan satu Pribadi yang Mahakuasa (Matius 28:20; Markus 5:11-15;Yohanes 11:38-44).

Sifat-sifat Kealahan yang lain dinyatakan bagi diri-Nya oleh orang lain (misal "tak berubah", Ibrani 13:5), tetapi apa yang dikutip di atas tadi adalah apa yang diakui oleh-Nya bagi diri-Nya sendiri.

2. Kristus melakukan tindakan-tindakan yang hanya dilakukan oleh Allah. Perhatikanlah perkerjaan dan tindakan yang dilakukan oleh Kristus berikut ini: (1) Pengampunan: Ia mengampuni dosa selama-lamanya. Manusia mungkin dapat melakukannya untuk sementara,namun Kristus memberikan pengampunan kekal (Markus 2:1-12); (2) Kehidupan: Ia memberikan kehidupan rohani kepada barang siapa yang dihendaki-Nya (Yohanes 5:21); (3) Kebangkitan: Ia akan membangkitkan orang mati (Yohanes 11:43); (4) Penghakiman: Ia akan menghakimi semua orang (Yohanes 5:22, 27). Lagi-lagi, semua contoh di atas adalah hal-hal yang Ia lakukan atau pengakuan yang diucapkan-Nya sendiri, bukan orang lain.

3. Kristus diberi Nama-nama dan Gelar-gelar Keallahan.
(1) Anak Allah. Tuhan kita mempergunakan gelar bagi diri-Nya (meskipun hanya kadang-kadang, Yohanes 10:36), dan Ia mengakui kebenarannya ketika dipergunakan oleh orang lain untuk menunjuk kepada-Nya (Matius 26:63- 64). Apakah artinya? Meskipun frase "anak dari" dapat berarti "keturunan dari", hal ini juga mengandung arti "dari kaum". Jadi, dalam Perjanjian Lama "anak- anak para nabi" berarti dari kaum nabi (1 Raja-raja 20:35), dan “anak- anak penyanyi” berarti kaum penyanyi (Nehemia 12:28). Petunjuk "Anak Allah" apabila dipergunakan untuk Tuhan kita, berarti dari “kaum Allah dan merupakan suatu klaim yang kuat dan jelas untuk Keallahan yang penuh”. Dalam penggunaan di antara orang Yahudi, perkataan "Anak (dari)..." umumnya tidak berarti suatu pembawahan, tetapi lebih kepada persamaan dan jati diri hakikat. Contoh, nama “anak penghiburan” (Kisah Para Rasul 4:36) tak pelak lagi berarti, “si penghibur”. "Anak-anak guruh” (Markus 3:17) mungkin sekali berarti “penggeledek”. “Anak Manusia”, terutama sebagaimana berlaku untuk Kristus dalam Daniel 7:13 dan selalu dalam Perjanjian Baru, hakikatnya berarti "Orang yang Mewakili". Jadi, bagi Kristus untuk mengatakan, “Akulah Anak Allah” (Yohanes 10:36) dianggap oleh orang-orang pada masa-Nya sebagai memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah, sejajar dengan Bapa, yang menurut mereka tidak layak.
(2) Tuhan dan Allah. Yesus disebut Yahweh dalam Perjanjian Baru. Hal ini menunjukkan Keallahan-Nya yang penuh (bandingkan Lukas 1:76 dengan Maleakhi 3:1 dan Amsal 10:13 dengan Yoel 2:32). Ia juga disebut Allah (Yohanes 1:1; 20:28; Ibrani 1:8), Tuhan (Matius 22:43-45), dan Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuan (Wahyu 19:16).

4. Kristus Mengakui diriNya sebagai Allah. Mungkin peristiwa yang paling kuat dan jelas tentang pengakuan ini, terjadi pada waktu hari raya penahbisan Bait Allah di Yerusalem, ketika Ia berkata, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yoh. 10:30). Kata "satu" di sini bukan berarti Ia dan Bapa merupakan satu Pribadi melainkan bahwa mereka merupakan kesatuan dalam sifat dan kegiatannya, suatu fakta yang benar, hanya jika Ia sama Keallahan - Nya dengan Bapa. Orang-orang yang mendengar pengakuan ini mahaminya demikian karena itu mereka segera berupaya merajam-Nya dengan alasan penghujatan karena Ia menyatakan diri-Nya sebagai Allah (Ayub 33). Bagaimana seseorang dapat mengatakan bahwa Yesus dari Nazaret sendiri tak pernah mengaku sebagai Allah? Dan bahwa pengikut-Nyalah yang menyatakan demi Dia? Kebanyakan dari kutipan diatas berasal dari kata-kata Kristus Sendiri.

Karena itu, kita haruslah menghadapi satu-satunya pilihan: apakah yang diakui-Nya itu memang benar ataukah Ia seorang pembohong. Dan apa yang diakui-Nya itu merupakan Keallahan yang penuh dan sempurna - tak ada yang kurang atau dikurangkan semasa hidup-Nya di bumi.

5. Kristus Menyatakan Mempunyai Penghormatan yang Sama dengan Allah

Dalam Yohanes 5:23 berkata, "Supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia". Dalam ayat ini, Yesus menyatakan dengan jelas bahwa manusia akan menghormati Dia sebagaimana mereka menghormati Bapa. Jikalau Anda mulai membaca dari ayat 16, Anda akan menemukan bahwa orang-orang Yahudi mau membunuh Yesus. Orang-orang Yahudi berkata bahwa Yesus telah mengajar bahwa Dia sama dengan Allah (ayat 18). Jika Yesus tidak menjadi sama dengan Allah, Dia sudah tentu akan membenarkan mereka. Dia akan membuat itu jelas bagi mereka bahwa Ia tidak sama dengan Allah. Apakah Dia melakukan ini? Tidak. Malahan Yesus memberitahukan kepada mereka bahwa "Semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa." Perhatikan dalam Filipi 2:6, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan" Ayat ini menceritakan bahwa Yesus telah menjadi Allah sebelum Ia datang di dunia. Yesus tidak pernah berpikir bahwa Dia merampas hak Allah dengan menjadi sejajar dengan Allah, melainkan Ia sedang menyatakan sejajar dengan Allah karena Ia adalah Allah itu sendiri.

6. Keilahian Kristus berdasarkan kesatuannya dalam Trinitas. Dalam Matius 28:19 dikatakan “dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus”. Secara khusus, frase Yunani yang tertulis di Matius 28:19 yaitu “baptizontes autous eis to onoma tou patros kai tou uiou kai tou agiou pneumatos” yang diterjemahkan menjadi “baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus”, di mana hal yang menarik adalah bahwa sekalipun di sini disebutkan tiga buah nama yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus, tetapi kata kata Yunani “eis to onomo” yang diterjemahkan “dalam nama” adalah nominatif singular (bentuk tunggal, bukan bentuk jamak)! Bentuk jamak dari kata Yunani “onomo (nama)” adalah “onomata”. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan name (bentuk tunggal), bukan names (bentuk jamak). Karena itu ayat ini bukan hanya menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu setara, tetapi juga menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu adalah satu atau esa. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan name (bentuk tunggal), bukan names (bentuk jamak). Karena itu ayat ini bukan hanya menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu setara, tetapi juga menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu adalah satu atau esa. Kata “esa” yang digunakan dalam Ulangan 6:4 dalam bahasa Ibraninya adalah “Ekhad” yang menunjuk kepada “satu kesatuan yang mengandung makna kejamakan; dan bukan satu yang mutlak”. Jika yang dimaksud “satu-satunya; atau satu yang mutlak” maka dalam bahasa Ibrani yang digunakan adalah “yakhid”.

PERPADUAN NATUR KEILAHIAN DAN NATUR KEMANUSIAAN KRISTUS

Pokok ini merupakan rahasia yang sangat dalam. Bagaimana mungkin ada dua sifat di dalam satu orang? Sekalipun sulit untuk memahami konsep ini, Alkitab menganjurkan agar kita merenungkan rahasia Allah ini, yaitu Kristus (Kolose 2:2,3). Yesus sendiri menyatakan bahwa pengenalan yang benar akan Dia hanya akan diperoleh melalui penyataan ilahi (Matius 11:27). Mempelajari pribadi Kristus sangatlah sulit karena kepribadian-Nya sangat unik; tidak ada oknum lain yang sama dengan Dia sehingga kita tidak dapat berargumentasi dari hal-hal yang sudah kita ketahui kepada hal-hal yang belum kitaketahui.

1. Pemikiran yang keliru tentang perpaduan kedua natur Kristus. (1) Perpaduan sifat ilahi dengan sifat manusiawi di dalam Kristus itu tidak dapat dibandingkan dengan hubungan pemikahan, karena kedua belah pihak dalam pemikahan tetap merupakan dua pribadi yang berbeda walaupun sudah menikah; (2) Perpaduan kedua sifat itu tidak sama seperti perhubungan orang-orang percaya dengan Kristus. Juga tidaklah tepat untuk beranggapan bahwa sifat ilahi itu tinggal di dalam Kristus sebagaimana Kristus tinggal di dalam orang percaya, karena itu berarti bahwa Yesus hanyalah seorang manusia yang didiami oleh Allah dan la sendiri bukan Allah. (3) Gagasan yang mengatakan bahwa Kristus mempunyai kepribadian rangkap tidaklah alkitabiah. Tidak disebutkan dalam Alkitab bahwa Logos mengambil tempat pikiran dan roh manusiawi di dalam Kristus, karena dalam hal demikian Kristus bersatu dengan kemanusiaan yang tidak sempuma. Demikian pula kedua sifat itu tidak bersatu untuk membentuk sifat yang ketiga, sebab dalam hal itu Kristus bukanlah manusia sejati. (4) Juga tidak dapat dikatakan bahwa Kristus secara berangsur-angsur menerima sifat ilahi, karena dalam hal demikian keilahian-Nya bukanlah suatu kenyataan hakiki sebab harus diterima secara sadar oleh kemanusiaan Kristus. Gereja pada umumnya dengan tegas menyalahkan pandangan-pandangan ini sebagai tidak alkitabiah dan karena itu tidak bisa diterima.

2. Pemikiran yang benar entang perpaduan kedua natur Kristus. Bila pengertian-pengertian di atas itu salah semua, bagaimanakah kita dapat menerangkan perpaduan kedua sifat tersebut di dalam Kristus sehingga menghasilkan satu pribadi, namun dengan dua kesadaran dan dua kehendak? Sekalipun ada dua sifat, tetapi ada satu pribadi saja. Dan sekalipun ciri-ciri khas dari sifat yang satu tidak dapat dikatakan merupakan ciri khas dari sifat lainnya, namun kedua sifat itu berada dalam satu Pribadi, yaitu Kristus.

Tidaklah tepat untuk mengatakan bahwa Kristus adalah Yang Ilahi yang memiliki sifat manusiawi, atau bahwa Ia adalah manusia yang didiami oleh Yang Ilahi. Dalam hal yang pertama, maka sifat manusiawi tidak akan memperoleh tempat dan peranan yang semestinya, dan dalam hal yang kedua sifat ilahi itulah yang tak akan memperoleh tempat dan peranan yang semestinya. Oknum kedua dari Tritunggal Allah menerima keadaan manusia dengan semua ciri khasnya. Dengan demikian kepribadian Kristus berdiam di dalam sifat ilahi-Nya, karena Allah Anak tidak bersatu dengan seorang manusia tetapi dengan sifat manusia. Terpisah dari penjelmaan sifat manusiawi Kristus tak bersifat pribadi; akan tetapi hal ini tidak benar tentang sifat ilahi-Nya. Begitu sempurnanya penyatuan menjadi satu pribadi ini sehingga, "Kristus pada saat yang 'sama memiliki sifat-sifat yang nampaknya bertolak belakang. Ia bisa lemah dan mahakuasa, bertambah dalam pengetahuan namun mahatahu, terbatas dan tidak terbatas," dan kita dapat menambahkan, Ia bisa berada di satu tempat namun Ia Mahahadir.

Yesus berbicara tentang diri-Nya sebagai satu pribadi yang utuh dan tunggal; Ia sama sekali tidak menunjukkan adanya gejala-gejala keterbelahan kepribadian. Selanjutnya, orang-orang yang berhubungan dengan Dia menganggap Dia sebagai seorang dengan kepribadian yang tunggal dan tidak terbelah. Bagaimana dengan kesadaran diri-Nya? Jelaslah bahwa dalam kesadaran diri yang ilahi Yesus senantiasa sadar akan keilahian-Nya. Kesadaran diri yang ilahi itu senantiasa beroperasi penuh, bahkan pada masa kanak-kanak. "Namun ada bukti bahwa dengan berkembangnya sifat manusiawi maka kesadaran diri yang manusiawi itu mulai aktif." Kadang-kadang Ia akan bertindak dari kesadaran diri yang manusiawi, dan pada saat-saat lain Ia bertindak dari kesadaran diri yang ilahi, namun keduanya itu tidak pernah bertentangan. Hal yang sama dapat dikatakan mengenai kehendak-Nya. Pastilah, kehendak manusiawi ingin menjauhi salib (Matius 26:39), dan kehendak yang ilahi ingin menjauhkan diri dari hal dijadikan dosa (2 Korintus 5:21). Dalam kehidupan-Nya, Yesus berkehendak untuk melakukan kehendak Bapa-Nya yang di sorga (Ibrani 10:7, 9). Hal ini dilaksanakan-Nya sepenuhnya.

Maka jika kedua sifat Kristus itu terbaur secara sempurna di dalam satu pribadi, lalu bagaimanakah sifat pembauran itu? Sebagian besar jawaban untuk pertanyaan ini telah disinggung dalam uraian sebelumnya. Tidak mungkin kami memberikan analisis kejiwaan yang tepat tentang kepribadian, unik Kristus sekalipun Alkitab memberikan sedikit petunjuk.

(1) Perpaduan itu tidak bersifat teantropik. Diri Kristus adalah teantropik (artinya mempunyai sifat ilahi dan sifat manusiawi), tetapi sifat-Nya tidak. Maksudnya, seseorang dapat berbicara tentang Allah - manusia bila Ingin mengacu kepada diri Kristus; akan tetapi, kita tidak dapat berbicara tentang sifat ilahi- manusiawi, melainkan kita harus berbicara tentang adanya sifat ilahi dan sifat manusiawi di dalam Kristus. Hal ini jelas dari kenyataan bahwa Kristus memiliki pengertian dan kehendak yang tak terbatas dan juga memiliki pengertian dan kehendak yang terbatas; Ia memiliki kesadaran ilahi dan kesadaran manusiawi. Kecerdasan ilahi-Nya tidak terbatas; kecerdasan manusiawi-Nya makin bertambah. Kehendak ilahi-Nya adalah mahakuasa; kehendak manusiawi-Nya hanya terbatas pada kemampuan manusia yang belum jatuh dalam dosa. Dalam kesadaran ilahi-Nya Ia dapat berkata, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30); dalam kesadaran manusiawi-Nya Ia dapat berkata, "Aku haus" (Yohanes 19:28). Namun harus ditekankan bahwa Kristus tetap Allah - manusia.

(2) Perpaduan itu bersifat pribadi. Perpaduan kedua sifat di dalam Kristus disebut perpaduan hipostatis. Maksudnya, kedua sifat atau hakikat itu merupakan satu cara berada yang pribadi. Karena Kristus tidak bersatu dengan diri manusia, tetapi dengan sifat manusia, maka kepribadian Kristus bertempat dalam sifat ilahi-Nya.

(3) Perpaduan itu meliputi berbagai sifat dan perbuatan manusiawi dan ilahi.

Baik sifat dan perbuatan yang manusiawi maupun yang ilahi dapat dilakukan oleh Sang Allah-manusia tanpa kecuali. Demikianlah berbagai sifat dan ciri khas manusia dihubungkan dengan Kristus di bawah gelar -gelar yang ilahi, "Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi" (Lukas 1:32); "mereka tidak akan menyalibkan Tuhan yang mulia" (1 Korintus 2:8); "jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri" (Kisah 20:28). Dari ayat-ayat tersebut kita melihat bahwa Allah telah lahir dan Allah telah mati. Ada juga ayat-ayat yang menyebut berbagai ciri khas dan sifat ilahi serta menghubungkannya dengan Kristus di bawah nama-nama manusiawi-Nya, "Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia" (Yohanes 3:13); "dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?" (Yohanes 6:62); "Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya" (Roma 9:5); Kristus yang mati itu adalah Kristus yang "memenuhi semua dan segala sesuatu" (Efesus 1:23; bandingkan Matius 28:20); Dialah yang telah ditentukan oleh Allah untuk menghakimi dunia (Kisah 17:31; bandingkan Matius 25:31, 32).

(4) Perpaduan tersebut menjamin kehadiran yang tetap dari keilahian dan kemanusiaan Kristus. Kemanusiaan Kristus hadir bersama dengan keilahian-Nya di setiap tempat. Kenyataan ini menambah keindahan kenyataan bahwa Kristus ada di dalam umat-Nya. Ia hadir dalam keilahian-Nya, dan melalui perpaduan kemanusiaan-Nya dengan keilahian-Nya, maka Ia juga hadir dalam kemanusiaan-Nya.

Referensi:
Berkhof, Louis., 2011. Systematic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang
Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. Jilid 2 & 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House : Grand Rapids, Michigan.
Milne, Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan (1993). Penerbit BPK : Jakarta.
Mounce, William D., 2011. Basics of Biblical Greek, edisi 3. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Morris, Leon., 2006. New Testamant Theology. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Susanto, Hasan., 2003.Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Milne, Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan (1993). Penerbit BPK : Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1 dan 2, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
http://artikel.sabda.org/kemanusiaan_dan_keilahian_kristus

PANDANGAN TERHADAP PENDETA

Jika kurus, ia dianggap kurang gizi atau vitamin; tetapi jika gemuk, ia dianggap pemboros sembako.


Jika usia muda, ia dianggap kurang berpengalaman; tetapi kalau rambutnya telah memutih, ia dianggap terlalu tua bagi kaum muda.


Jika dikarunia 5 atau 6 anak, ia dianggap tidak tahu diri; namun jika tidak punya anak, ia dianggap memberi teladan yang buruk.


Jika berkhotbah dengan catatan, khotbahnya dicap kurang persiapan; tetapi jika tidak memakai catatan ia dianggap tidak melakukan persiapan.


Jika melayani orang-orang miskin di gereja, ia dianggap pamer; namun jika menaruh perhatian pada orang-orang kaya, ia dianggap berusaha menjadi seorang aristokrat.


Jika khotbahnya terlalu banyak ilustrasi, ia dianggap mengabaikan Alkitab; namun jika tak ada kisah nyata dalam khotbahnya, anggota jemaat akan bingung dan tidak mengerti.


Jikalau khotbahnya terlalu pendek, dianggap kurang menggali Firman Tuhan; namun kalau khotbahnya terlalu panjang disebut film India.


Jika mencela kesalahan, ia dianggap cepat marah; namun jika tidak berkhotbah menentang dosa, ia dianggap kompromi.


Jika mengkhotbahkan kebenaran, ia dianggap terlalu menyerang; namun jika tidak menyampaikan "seluruh kebenaran Allah", ia dianggap orang munafik.


Jika gagal menyenangkan hati setiap orang, ia dianggap melukai gereja dan harus pergi; namun jika membuat semua orang bahagia, ia dianggap tidak berpendirian.


Jika mengendarai mobil tua, ia dianggap mempermalukan jemaat; namun jika membeli mobil baru, ia dianggap menunjukkan kecintaannya pada harta dunia.


 Jika terus menerus berkhotbah, jemaatnya bosan; namun jika mengundang pembicara tamu, ia dianggap menghindari tanggung jawab.


Jika gajinya besar, ia dianggap mata duitan; namun jika gajinya kecil, mereka mengatakan bahwa ia memang layak mendapat sejumlah itu karena persembahan di gereja belum bertambah.

Pendeta Kaya

Pasti banyak yang tidak setuju ketika melihat postingan ini..... Namun saya juga yakin bahwa ada banyak yang senang dan setuju karena "keberanian" membagikan postingan ini (Pro & Kontra uda biasa). SUDAH PASTI BAHWA POSTINGAN INI TIDAK BERMAKSUD MENGGENERALISASI. YANG JELAS BAHWA PENDETA YANG DIMAKSUD DALAM POSTINGAN INI DALAH "PENDETA YANG MOTIVASINYA UNTUK MEMPERKAYA DIRI". Bagi Pendeta yang menjalani panggilannya dengan benar di dalam Tuhan tidak harus "tersinggung" karena kita semua tahu bahwa MASIH ADA PENDETA YANG SUNGGUH TULUS DAN SETIA DALAM MENJALANI TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN PANGGILANNYA


Sadar atau tidak, setuju ataupun tidak setuju.....namun melihat keadaan, maka jaman ini tepat seperti yang digambarkan oleh Paulus dalam 2Timotius 3:2; jaman uang.“Manusia akan menjadi hamba uang,” tegas Paulus. Ya, kecintaan akan uang memang telah menggilas habis nurani banyak orang. Dalam surat yang sebelumnya kepada Timotius, Paulus juga telah menyinggung hal ini. Dalam 1Timotius 6:10, dia berkata: Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. Sebuah kenyataan yang menggelisahkan.


Idealisme nyaris tak tersisa, bahkan jika ada yang memilikinya seringkali dianggap bodoh, tidak realistis, melepas kesempatan emas, dan berbagai penilaian lainnya. Orang tak segan-segan menjual kebenaran demi uang. Hati nurani secara perlahan tapi pasti, teriris habis. Dengan mudah kita menemukan pertengkaran hingga permusuhan karena uang. Bahkan kasus pembunuhan bermotif uang semakin meninggi jumlahnya. Pertalian darah dengan mudah bisa“putus” karena harta warisan yang juga sama dengan uang. Wajah dunia makin hari makin menyedihkan, tak lagi mampu memancarkan kemurnian yang murni. Kehidupan terus berubah, penuh basa-basi, semakin kehilangan arti kasih yang sejati, karena semua bisa dibeli. Orang kini bisa membeli senyuman, bahkan “perkawanan” hingga “pernikahan”. Semboyan asal ada uang semua bisa datang, semakin mendapat pembenaran dalam kenyataan. Namun yang paling menyedihkan adalah runtuhnya tembok keimanan.


Iman, yang seharusnya membuat manusia beriman berdiri teguh di tengah badai godaan uang, ternyata, juga turut mengalami goncangan. Banyak orang “beriman” kini tak lagi menyukai iman. Iman dianggap menyingkirkan diri dari pergaulan jaman. Orang tak dihargai karena beriman, melainkan karena ber-uang. Di lingkungan rohani virus ini terus menyebar luas, Ironis. Kini ada guyonan pahit: Jika berbisnis bukalah gereja, dijamin tak rugi, bahkan terkesan suci. Mengapa? Karena ternyata banyak “petinggi gereja” yang memang berbisnis dalam membuka gereja. Jabatan “pendeta” menempel tanpa pernah jelas dari mana asalnya, dan bagaimana bisa meraihnya. Pemahaman teologi tak ada, berkhotbah tak pernah, yang ada hanya kata bagaikan mantera, “Roh Tuhan berbicara pada saya…” Visi diungkapkan seakan datang dari surga untuk digarap di Bumi. Namun jika dicermati, hati tersentak karena semua bermuara pada sang pendeta.


Yang lain mungkin sedikit lebih baik dalam kemampuan. Sekalipun tak memiliki pemahaman teologi, namun karena fasih lidah sang pendeta berkhotbah. Yang dikisahkan selalu yang meninabobokkan umat. Sukses yang semu dikumandangkan dalam apa yang disebut kesaksian, sementara kebenaran sebagai buah hidup orang percaya, nyata-nyata, tak tampak. Pendekatan emosi selalu menjadi pola karena sukses mendulang hasil. Lagi-lagi ungkapan rohani: “sentuhan Roh Kudus”, menjadi kata-kata sakti yang membutakan umat untuk tak lagi menguji segala sesuatu. Padahal Alkitab jelas berkata, “jangan padamkan Roh, namun ujilah segala sesuatu” (1Tesalonika 5:19,21). Umat menjadi percaya, dan dana mengalir kencang. Tampaknya tak jelas berakhir di mana. Karena ada gedung gereja, aset gereja dan lainnya. Seakan pemakaian uang tampak nyata, namun ternyata, di balik semuanya tersisa masalah yang luar biasa. Aset atas nama pribadi pendeta, sering terungkap setelah pendeta tiada. Terjadilah tarik-menarik aset yang sungguh tak menarik sama sekali.


Yang sedikit lebih canggih, aset atas nama yayasan, atau bahkan gereja. Namun dalam aktenotaris ternyata susunan pengurus didominasi oleh keluarga pendeta. Lagi-lagi untuk suara terbanyak, pengurus dan umat kecele. Tapi ada yang lebih halus lagi, seakan pengurus tidak didonimasi keluarga pendeta, namun ternyata bunyi klausul yang ada memberikan kekuasaan tak terbatas pada pendeta atau segelintir orang dekat pendeta, atas aset yang ada. Umat selalu berkata, itu urusan pendeta dengan Tuhan, dan tentu saja pendeta money oriented senang karena memang pemahaman itu yang ditabur untuk dituai. Umat telah digiring pada paham yang salah, sehingga tak lagi kritis, apalagi menguji sesuai kata Alkitab. Belum lagi ketakutan akan kutuk yang selalu ditebar, seperti “jangan mengganggu pendeta, karena dia adalah biji mata Tuhan”. Pengultusan dilakukan dalam waktu yang lama lewat indoktrinasi. Sayangnya, umat semakin tenggelam dan gelap mata mengikuti, sekalipun nyata-nyata salah. Apalagi jika lingkungan pelayanan diwarnai suasana dan ajaran yang mistis, dan lagi-lagi, obral kata-kata “kehendak Roh”.


Ketika pendeta kaya raya, maka alasannya sangat mudah: itulah bukti pendeta diberkati, pendeta beriman. Padahal kekayaan pendeta yang bertumpuk justru bukti ketidakpedulian pada yang susah. Banyak umat yang susah, apalagi dalam konteks Indonesia. Tidak salah pendeta memiliki mobil karena memang dia membutuhkannya. Namun jika mobil itu mewah dan jumlahnya yang berlebih, bukankah itu tak lazim? Pendeta harus memiliki rumah, karena dia dan keluarga memerlukannya. Tapi jika rumah itu mewah dan ukurannya wah, bagaimana mungkin dia bisa berkata, sangat peduli pada umat yang kebanyakan tak atau belum, memiliki rumah. Umat yang dimaksud tentulah orang percaya yang baik, di berbagai tempat secara merata. Terhadap berbagai hal ini, biasanya dengan mudah pula pendeta berkelit dan berucap, ini adalah pemberian umat juga. Mungkin dia benar. Hanya saja, mengapa umat memberi, itu tetap harus diuji. Jangan-jangan hasil indoktrinasi yang keliru. 


Ada juga umat yang suka memberi pada pendeta ternyata pelit pada sesama. Mengapa? Anda pasti tahu alasannya. Ini adalah kenyataan yang menyedihkan. Sudah waktunya kita mengembalikan semuanya pada kebenaran. Gereja bukan kerajaan, sehingga yang ada suksesi keturunan, kekeluargaan, padahal tidak ada panggilan yang jelas. Sangat menyenangkan jika anak pendeta menjadi pendeta karena panggilan, tapi jangan dengan motivasi melanggengkan kekayaan. Jangan lagi terucap kalimat “pendeta harus kaya sebagai bukti diberkati”, karena yang benar adalah pendeta yang diberkati akan menjadi berkat bagi banyak orang. Jangan lagi menumpuk kekayaan untuk diri, karena Alkitab telah mengatakan, “adalah terlebih berkat memberi dari pada menerima”. Bukankah “Doa Bapa Kami” yang antara lain berkata “Berilah kami makanan kami yang secukupnya”, nadanya sangat indah? Atau mungkin kita telah lupa pada apa yang diajarkanYesus?


Biarlah para pebisnis hidup sesuai dunia mereka (pakaian, mobil dan rumah mewah sebagai bukti prestasi), dan pendeta di panggilannya (kejujuran, kesetiaan, kesederhanaan). Berpunya tapi tak berlebih, karena memilih fungsi bukan prestise. Mari menjadi pendeta, yang adalah gembala, tapi bukan upahan tentunya. Berani menyatakan kebenaran dan menjadi model dalam kehidupan. Selamat menjadi pak pendeta yang kaya rasa, bukan kaya harta. Semoga umat jeli mengamati dan membantu pendeta agar berada di jalurnya.

 

 

Pustaka utama:

Alkitab (LAI, 2007)

http://reformata.com/

Bagaimana Dapat Yakin Bahwa Saya Telah Diselamatkan

Pertanyaan ini timbul oleh karena seseorang tidak selalu merasa sudah diselamatkan. Akan ada saat-saat dalam perjalanan kekristenan ketika seseorang tidak merasa dekat dengan Tuhan, ketika tidak merasa bahwa dia telah menjadi orang Kristen atau ketika dalam kehidupannya hanya merasakan “banyak ocehan” orang Kristen.

Tetapi keselamatan kita tidak didasarkan pada perasaan. Kita tidak memerlukan adanya perasaan yang hangat untuk memastikan bahwa Allah ada bersama kita; yang kita perlukan hanyalah iman.


Jikalau saudara merasa seperti tersebut di atas, ajukanlah dua pertanyaan ini kepada diri saudara: (1) Apakah saya benar-benar mempercayai apa yang menurut Allah diperlukan untuk bisa diselamatkan (Yoh. 3:16)? (2) Apakah saya bersungguh-sungguh waktu saya meminta Yesus masuk dalam hidup saya? Jikalau saudara bisa berkata ya, maka saudara siap untuk memeriksa Firman Allah dan menemukan jaminan untuk iman saudara. 


Saudara memiliki keselamatan dan kehidupan kekal karena apa yang Yesus lakukan bagi saudara (1Yoh. 5:11-12). Allah telah menunjukkan kasihNya kepada saudara dengan jalan memberikan kehidupan kekal (Roma 5:8). Dosa-dosa saudara telah ditebus dan saudara memiliki Roh KudusNya (1Pet. 3:18).


Jikalau saudara menerima Dia, saudara adalah anakNya (Yoh. 1:12). Bila saudara percaya kepada Yesus Kristus, saudara mempunyai hidup yang kekal dan saudara tidak bersalah di hadapan Tuhan (Yoh. 5:24). Tidak ada seorangpun yang bisa merebut saudara dari Dia (Yoh. 10:27-29).


Saudara telah memulai suatu kehidupan baru (2Kor. 5:17). Mungkin saudara tidak selalu merasa baru dan berbeda, tetapi saudara dapat mempercayai janji-janji Allah kepada saudara.


Pustaka Utama:

Alkitab, LAI (2007)

Pola Hidup Kristen

Bagaimana Bisa Memastikan Bahwa Saya adalah Seorang Kristen

Dalam menjalani pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada saya, saya seringkali ditanya oleh banyak orang dengan pertanyaan: "Bagaimana saya bisa memastikan bahwa Yesus adalah Juruselamat dan Tuhan saya?" Tentunya ini merupakan sebuah pertanyaan yang bisa terucapkan hanya ketika seseorang "telah mengaku" bahwa dia sudah percaya kepada Yesus Kristus. Satu cara yang sederhana untuk mengetahui jawaban pertanyaan itu adalah melalui ledakan sukacita dan kegembiraan yang dirasakan ketika membaca Alkitab (Maz. 1:2; 119:97. Hal itu terjadi pada waktu Allah berbicara kepada seseorang melalui Alkitab, tentunya hal seperti itu tidak mungkin terjadi bila seseorang tidak mengenal Kristus.

Satu cara yang lain adalah melalui perasaan akan kehadiran Allah yang dialami dalam kehidupan ini. Pada waktu saya bepergian dan tempat tidur kosong, saya tahu bahwa Allah ada di sana. Ketika saya di Rumah Sakit, di rumah dsb, saya tahu bahwa Allah ada di sana (Evelyn Christenson, Pola Hidup Kristen).

Orang Kristen yang tidak pernah merasakan Allah berbicara kepada mereka dan merangkul mereka pada saat-saat kesepian mungkin tidak sungguh-sungguh mengenalnya. Hidup bersama Allah bukan soal teologi, melainkan soal pengalaman (Evelyn Christenson). Hidup bersama Allah adalah tanggapan, perasaan, emosi. Ada emosi dalam setiap hubungan lain yang saya miliki, dan ada juga emosi dalam hubungan saya dengan Tuhan.

Pustaka Utama:
Alkitab, LAI
Pola Hidup Kristen

Apa Yang Dimaksud Dengan Pertobatan

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, arti Pertobatan adalah sehubungan dengan hal "sadar dan menyesal akan dosa" namun arti lain dari pertobatan adalah “menerima Kristus” yang adalah suatu hal yang mencakup tindakan dari dua pihak – saudara dan Allah (Pola Hidup Kristen). Bisa dikatakan Pertobatan merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Kita menjadi lebih terlibat dengan Yesus hari demi hari. Sesungguhnya, dalam pertobatan terdapat faset ini: (1) Kesadaran akan Kesalahan (2) Dukacita yang sungguh-sungguh yang menantikan pembersihan (3) Kerinduan yang baru akan Allah (4) Perubahan Tindakan (ini adalah tindakan Demonstrasi pertobatan yang paling kelihatan). ketidaksediaan untuk memuliakan Allah, seperti halnya wajah yang membatu, menandakan tidak adanya pertobatan (bd. Why. 16:9). Untuk mendapat gambaran tentang Pertobatan, maka sumber yang paling dikenal terdapat dalam Mazmur 51 yang memaparkan anatomi Jiwa dan Emosi si pendosa.

Tindakan inilah yang disebut sebagai awal mula menjadi orang Kristen. Pada waktu seseorang bertobat, ia oleh iman kepada Kristus (dengan menaruh seluruh kepercayaan dan bersandar padaNya, yakin dan sepenuhnya bergantung kepada-Nya), berbalik kepada Allah dan meninggalkan hidupnya yang terisolasi dan yang memberontak terhadap Allah (Ibr. 11:1, 6; Kis. 26:20).

Dosa menimbulkan: Keterasingan dari Allah, Pemberontakan terhadap penguasaanNya,Berbagai kegiatan, sikap dan tindakan yang dilakukan tanpa rasa hormat kepada Dia.

Allah meminta kita untuk menerima: Bimbingan dan pengaturanNya atas hidup kita, PandanganNya, Sumber kekuatanNya.

Saudara harus mengarahkan pikiran saudara: Menjauhi dosa, Menuju Allah.


Pustaka Utama:

Alkitab, LAI

Pola Hidup Kristen

Kamus Gambaran Alkitab

PANGGILAN UNTUK MENJADI SAKSI KRISTUS

Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kis 1:8)

Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia (2Kor 3:3)

"Kamu inilah saksi-saksi-Ku," demikianlah firman TUHAN, "dan hamba-Ku yang telah Kupilih, supaya kamu tahu dan percaya kepada-Ku dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia. Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi (Yes 43:10)


Tuhan ingin agar setiap orang Kristen berperan menjadi seorang saksi. Tugas seorang saksi adalah memberi kesaksian atas apa yang dialami, dilihat, dan dirasakannya secara pribadi. la bukan menceritakan pengalaman orang lain. la bukan seorang reporter! Roh Kudus dicurahkan kepada para rasul dengan maksud agar mereka memperoleh kuasa untuk menjadi SAKSI (Kis. 1:8). Saksi tidak sama dengan "bersaksi". Banyak orang Kristen pandai bersaksi tetapi tidak menjadikan hidupnya sebagai "saksi". Saksi adalah orang, sedangkan bersaksi adalah perbuatan. Kuasa Roh Kudus dimaksudkan agar kita sebagai individu menjadi saksi melalui kehidupan, bukan dengan kata-kata belaka. Menjadi saksi berarti kita memperlihatkan kehidupan kekristenan yang benar dan menjadi berkat bagi komunitas di mana kita berada. Orang-orang dapat melihat kehidupan Kristus nyata dalam kehidupan kita. Ucapan, pernyataan, dan tindakan kita mencerminkan karakter dan kasih Kristus. Tidak ada perbedaan antara perkataan dengan perbuatan, sikap, dan perilaku kita. 


Selain kehidupan kekristenan yang memiliki integritas, karakter, dan kasih Kristus, seorang saksi juga pasti akan bersaksi kepada orang-orang di sekitarnya mengenai apa yang dialaminya sebagai orang percaya, sehingga orang-orang boleh mengenal Kristus. Seorang saksi Kristus pasti senang membagikan kesaksian pengalaman hidupnya kepada orang-orang. la pasti akan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk  bersaksi, yaitu membagikan pengalamannya bersama dengan Kristus. Menjadi saksi berarti iman, nilai-nilai, dan kebenaran Kristus tidak disembunyikan, tetapi justru dinyatakan melalui perbuatan, perkataan, sikap, cara berpikir, dan keputusan kita (Mat. 5:14-16). Yusuf adalah seorang saksi yang memperlihatkan nilai-nilai dan imannya sekalipun bekerja sebagai budak di rumah Potifar atau sebagai tawanan di dalam penjara.

Pustaka Utama:
1. Alkitab, LAI
2. Menjadi Murid Yang Menerobos

DISELAMATKAN UNTUK MELAYANI TUHAN

Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, 
(Ef 4:11-12)
Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.  Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin 
(1Pt 4:10 -11)

Ketika kita menjadi percaya kepada Kristus, maka kita memperoleh keselamatan. Keselamatan ini harus tetap dan terus “dipelihara dan dipertahankan”. Salah satu caranya adalah dengan terlibat di dalam pelayanan. Orang Kristen didorong untuk melayani sesuai dengan karunianya masing-masing (Rm. 12:7-8), sehingga dapat bertumbuh dan membangun dirinya sendiri di dalam kasih (Ef. 4:16). Tuhan Yesus datang ke dunia untuk melayani, bukan dilayani (Mat. 20:28). Itulah sebabnya kita harus mengikuti teladan-Nya. Sebagai orang Kristen, kita melayani kepada Tuhan (Kis. 20:19), kepada orang-orang percaya (1Kor. 16:15), dan kepada mereka yang belum percaya (Mat. 5:13). Kita melayani Tuhan ketika kita melakukan kehendak-Nya di atas bumi dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yoh. 4:34). Kita melayani orang-orang percaya ketika kita membuat mereka menjadi semakin kuat, mandiri, dan dewasa di dalam Kristus. Kita melayani orang-orang yang belum percaya ketika kita menjadi saksi (terang dan garam) dan membawa perubahan dan perbaikan komunitas. 

Setiap orang Kristen harus memahami mengapa ia perlu melayani. Pertama, kita diciptakan untuk melayani (Ef. 2:10). Kedua, kita diselamatkan untuk melayani (2Tim. 1:9). Ketiga, kita dipanggil untuk melayani (Gal. 1:15). Keempat, kita diberi karunia yang berbeda untuk melayani dan melengkapi (Rm. 12:7-8; 1Ptr. 4:10). Kelima, kita diperlengkapi [diajar dan dilatih] untuk melayani (Ef. 4:11-12). Keenam, kita akan bertumbuh dan membangun diri dalam kasih (Ef. 4:11-12). Ketujuh, kita melayani karena harus memberi pertanggung jawaban kepada Allah (Rm.14:12). Kedelapan, kita akan memperoleh berkat dari pelayanan tersebut (Kol. 3:23).

Pustaka:
1. Alkitab, LAI
2. Menjadi Murid Yang Menerobos

TAKUT AKAN TUHAN

Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, berpegang pada perintah dan ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu (Ulg 10:12-13)

Takut akan Tuhan merupakan unsur penting dalam kehidupan orang Kristen. Tanpa rasa takut akan Tuhan, orang Kristen cenderung berpikir, berkata, dan berbuat sesuka hatinya sendiri. Rasa takut akan Tuhan bukanlah rasa takut yang biasa dialami oleh kebanyakan orang. Rasa takut akan Tuhan juga tidak didasari oleh karena takut mengalami hukuman atau takut masuk neraka. Rasa takut seperti ini tidak didasarkan pada kasih kepadaTuhan. Jadi, apakah yang dimaksud dengan takut akan Tuhan? Takut akan Tuhan adalah ketetapan hati dan pikiran orang percaya yang tidak mau mengecewakan Tuhan melalui pikiran, ucapan, dan tindakannya, sebagai ekspresi kasihnya kepada-Nya. Oleh karena itu, orang percaya yang takut akan Tuhan akan menjauhi kejahatan dengan kerelaan hatinya sendiri, bukan karena terpaksa atau peraturan (hukum). Orang-orang yang takut akan Tuhan disebut sebagai orang yang "berbahagia" (Mzm.112:1; 128:1). Itu sebabnya, di dalam rumah tangga orang yang takut akan Tuhan selalu ada kebahagiaan. 

Ada beberapa hal yang akan didapatkan oleh orang-orang yang takut akanTuhan. Pertama, hikmat ([Mzm. 110:1). Hikmat adalah pikiran dan jalan Tuhan dalam membedakan, menyelesaikan, dan menjawab perkara-perkara natural. Kedua, pengetahuan (Ams. 1:7). Pengetahuan adalah informasi dan pengertian yang berasal dari Tuhan, sehingga kita dapat memahami kehidupan ini dengan mudah. Ketiga, umur panjang (Ams. 10:27). Keempat, ketenteraman (Ams. 14:26). Kelima, dilimpahi dengan kebaikan-Nya (Mzm. 31:20). Keenam, diperhatikan oleh Tuhan (Mzm. 33:18). Ketujuh, hidup berkecukupan (Mzm. 34:10). Kedelapan, perlindungan dan keselamatan (Mzm. 85:10). Kesembilan, memperoleh berkat-Nya (Mzm. 111:5). Kesepuluh, doa dan permohonannya didengar dan dijawab Tuhan (Mzm. 145:19).

Pustaka:
1. Alkitab, LAI
2. Menjadi Murid Yang Menerobos

ORANG KRISTEN PENONTON

Maka berkumpullah segenap umat Israel di Silo, lalu mereka menempatkan Kemah Pertemuan di sana, karena negeri itu telah takluk kepada mereka. Pada waktu itu masih tinggal tujuh suku di antara orang Israel, yang belum mendapat bagian milik pusaka. Sebab itu berkatalah Yosua kepada orang Israel: "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu? (Yos 18:1-3)
Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit (Yoh 6:2)

Sekalipun seorang penonton terlihat aktif terlibat dengan apa yang ditontonnya, sebenarnya ia tidak memberikan kontribusi apa pun, kecuali tiket yang dibayarnya. Ia terlibat dengan apa yang ditontonnya hanya untuk memuaskan jiwa dan egonya saja; tidak lebih dari itu. la tidak memberikan kontribusi yang positif. Sebaliknya, ia sering melontarkan kritikan, komentar, keluhan, dan teriakan. Ketika Raja Herodes melihat Yesus, ia sangat girang karena berharap dapat melihat Yesus mengadakan suatu mukjizat (Luk. 23:8). Namun, karena apa yang diharapkannya tidak diperoleh, Herodes berbalik menjadi seorang yang menista dan mengolok-olok Dia (Luk. 23:11). Inilah bahayanya bagi seseorang yang hanya ingin melihat Yesus atau sekadar menjadi penonton tanpa ingin mengenal-Nya secara pribadi! Ketika Yesus berangkat ke Galilea, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia karena mereka melihat mukjizat-mukjizat penyembuhan yang diadakan-Nya (Yoh. 6:2). Banyak orang Kristen yang mengikuti Yesus hanya sekadar ingin melihat, menonton mukjizat, seperti halnya dengan Raja Herodes. Akibatnya, mereka tidak mengalami Kristus dan tetap menjadi kanak-kanak dalam iman dan kerohaniannya. Mereka ingin menjadikan Yesus sebagai raja secara paksa bukan karena mereka melihat-Nya sebagai raja, tetapi melihat-Nya sebagai orang yang dapat memenuhi kebutuhan mereka (Yoh. 6:14-15). 

Orang-orang Kristen yang hanya menjadi penonton akan menjadi pasif dan tidak bergairah dalam kerohaniannya. Mereka hanya ingin dipuaskan, dilayani, dihibur, dan diperhatikan. Pada waktu ada hal-hal yang kurang menyenangkan bagi mereka, mereka segera melontarkan komentar, persungutan, kritikan, dan bahkan olokan! Mereka bukan menjadi pihak yang memperbaiki kekurangan, tetapi menjadi pihak yang justru memperbesar kekurangan. Orang-orang Kristen penonton kurang begitu peduli dengan kedewasaan iman dan rohani. Mereka lebih tertarik pada apa yang dapat mereka peroleh dari ibadah yang dihadirinya. Mereka tidak mau terlibat dalam pelayanan, namun banyak memberikan kritikan dan komentar. Mereka menjadi jemaat yang pasif, ingin dilayani, tumpul, dan menghambat pertumbuhan.

Pustaka:
1. Alkitab, LAI
2. Menjadi Murid Yang Menerobos

JANGAN MENJADI ORANG LAMBAN DAN MALAS

Ams 10:4 Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya. 
Ams 19:15  Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang lamban akan menderita lapar. 
Mat 5:41  Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. 

Salah satu hal yang membedakan orang berhasil dari orang gagal adalah kerajinan dan kecepatan bertindak. Kelambanan dan kemalasan merupakan penyebab dari banyak kegagalan. Orang yang malas dapat dikategorikan sebagai seorang perusak (Ams. 18:9). Inilah yang merusak kehidupan rumah tangga, perusahaan, pelayanan, dan gereja, serta pemerintahan. Orang yang lamban dan malas tidak menyukai tantangan, apalagi kerja keras. Mereka lebih menyukai pilihan-pilihan gampang. Mereka tidak pernah mempersiapkandiri dengan baik untuk menghadapi tantangan dan persoalan yang lebih berat dan rumit di masa yang akan datang. Mereka sering menunda-nunda pekerjaan atau tugas. Prinsip hidup mereka: "Kalau bisa diselesaikan besok, mengapa harus diselesaikan hari ini?" Itulah sebabnya pekerjaan menjadi bertumpuk dan tidak dapat diselesaikan dengan baik (Ams. 24:30-31). Seorang yang lamban dan pemalas selalu menyia-nyiakan waktu dan kesempatan untuk berprestasi. Orang yang menerima satu talenta menyia-nyiakan kesempatan dari Tuhan untuk berprestasi. Tuhan menyebut orang ini sebagai hamba yang malas dan jahat (Mat. 25:26). Dengan demikian, kemalasan dapat dikategorikan sebagai kejahatan! Orang yang lamban dan malas akan merugikan banyak pihak. la tidak dapat menjalankan perintah dengan baik (Ams. 10:26). la menjadi pagar duri yang menghalangi orang-orang yang ingin bergerak cepat (Ams. 15:19). 

Bagaimana agar kita dapat mengalahkan kelambanan dan kemalasan? Pertama, hidup disiplin. Kita harus melatih tubuh kita (1Kor. 9:27). Belajar bangun lebih pagi, menggunakan waktu seefisien dan seefektif mungkin (Ef. 5:15-16) dan berolah raga secara rutin. Kedua, jangan suka menunda-nunda tugas. Kita harus belajar memberikan respons sesegera mungkin sehingga pekerjaan tidak menjadi bertumpuk. Ketiga, kerja keras. Siapa yang tidak mau bekerja, janganlah ia makan (2Tes. 3:10). Kerja keras merupakan faktor penting penentu keberhasilan (Ams. 12:24). Keempat, berjalan pada mil berikutnya (Mat. 5:41). Kita harus membiasakan diri bekerja di atas rata-rata atau bekerja untuk mencapai keunggulan.

Pustaka:
1. Alkitab, LAI
2. Menjadi Murid Yang Menerobos

PENTINGNYA MENGUASAI DIRI

  • Ams 16:32  Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota. 
  • Tit 2:6  Demikian juga orang-orang muda; nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal 
  • 2Pt 1:6  dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, 
  • Gal 5:23  kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. 
Salah satu aspek dari buah Roh adalah penguasaan diri (Gal. 5:23), dan hal ini pun diajarkan oleh Rasul Paulus (Kis. 24:25). Orang yang dapat mengendalikan diri melebihi seseorang yang merebut kota (Ams. 16:32), dan ia yang tidak dapat mengendalikan dirinya seperti sebuah kota yang roboh temboknya dan menjadi mudah diserang musuh (Ams. 25:28). Pengendalian diri adalah kemampuan ilahi yang diberikan Tuhan kepada orang percaya, dan ini merupakan ketetapan hati serta pikiran untuk menahan dan mengendalikan dirinya agar ia bereaksi, berbicara, berpikir, dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah. Tidak adanya pengendalian diri akan membawa kehidupan keluarga, perusahaan, pelayanan, dan sebagainya kepada kehancuran. 

Apa saja yang harus kita kendalikan? Pertama, kemarahan atau emosi (Ams. 29:22; 21:19). Emosi yang tidak terkendalikan menimbulkan pertengkaran dan perkelahian dan tidak jarang berakhir dengan perusakan dan pembunuhan. Kedua, keinginan mata (Pkh. 2:10). Apabila keinginan mata tidak dikendalikan, kita akan hidup boros dan tidak bijaksana. Ketiga, penggunaan uang (2Raj. 4:1). Apabila kita tidak dapat mengendalikan diri dalam pemakaian uang, kita akan terbelenggu dalam jerat hutang dan berakhir dalam persoalan keuangan. Keempat, mulut (Yak. 3:2-3). Apabila kita dapat mengendalikan mulut, kita akan dapat mengendalikan seluruh tubuh kita. Kelima, sikap dan reaksi. Keenam, pikiran (Rm. 13:2-3). Ketujuh, hawa nafsu. Nafsu yang tidak terkendali dapat berakhir dengan perbuatan dosa. Kedelapan, hobi atau kesenangan. Banyak orang percaya yang tidak dapat mengendalikan dirinya terhadap hobi atau kesenangannya. Ini dapat berubah menjadi berhala. Kesembilan, menonton televisi, baik program dari siaran TV maupun DVD atau VCD. Menonton terlalu lama dan terlalu sering akan menghabiskan banyak waktu, sehingga tidak memiliki cukup waktu lagi untuk berdoa dan mempelajari firman-Nya. Kesepuluh, investasi yang ekspansif. Bagi seorang pengusaha, pengendalian diri dalam melakukan investasi sangat penting. Banyak pengusaha yang mengalami kehancuran bisnis karena terlalu agresif dan ekspansif dalam mengembangkan investasi dan usahanya. 

Bagaimana kita dapat mengendalikan diri? Pertama, kita harus menambah iman dengan kebajikan (takut akan Tuhan), dan kebajikan dengan pengetahuan (pengetahuan yang progresif dan masa kini), setelah itu baru kita dapat sampai kepada penguasan diri (2Ptr. 1:5-6). Kedua, merenungkan dan menghidupi firman-Nya (Mzm.1:1-3). Firman Tuhan bukan hanya untuk dibaca saja, tetapi harus direnungkan dan dipraktikkan. Ketiga, membangun manusia roh kita dengan terus melatih roh kita melalui doa, penyembahan, puasa, dan firman. Keempat, hidup dalam kasih karunia-Nya.

Pustaka:
1. Alkitab, LAI
2. Menjadi Murid Yang Menerobos

KEPERCAYAAN TOTAL

Sejumlah orang menganggap beriman sebagai tidak mempercayai apapun, mengharapkan sesuatu yang muluk atau apa yang mereka sebut “iman yang buta”. Bagaimanapun kekristenan tidak memberi tempat bagi iman yang buta, sebab iman dibangun di atas bukit yang solid dan alasan yang kuat. Petrus menyinggung issu ini di dalam 2Petrus 1:16, “sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya.” Laporan adanya saksi mata bukan penunjuk iman yang buta.

Topic iman memunculkan tiga pertanyaan besar. Pertama, apakah iman yang menyelamatkan? Issu ini tidak sederhana karena Yakobus 2:14 menggambarkan sejenis iman yang tidak menyelamatkan. “apakah gunanya …jika seorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?” Para Reformator memberikan cirri-ciri tiga rumusan iman yang menyelamatkan: (1) Pengetahuan Alkitab. Iman yang menyelamatkan bukanlah beriman dalam kehampaan, melainkan iman yang mengacu pada pribadi dan karya Kristus. Orang harus mengetahui fakta ini untuk dapat diselamatkan. (2) Persetujuan terhadap fakta-fakta itu. Jika seseorang mengetahui informasi itu tetapi menganggapnya salah, jelas sekali ia tidak memiliki iman yang menyelamatkan. (3) Keyakinan pribadi terhadap fakta-fakta itu. Saya bersandar dan bergantung pada kematian Yesus untuk membayar hukuman dosa saya. Iman yang menyelamatkan memiliki tiga unsur – pengetahuan, persetujuan, dan keyakinan.

Pertanyaan besar kedua adalah, apakah hubungan antara iman dan pemikiran? Sejarah Gereja memperlihatkan tiga pendirian: (1) Pemikiran mendahului iman. Keseluruhan intelek penting di dalam pandangan ini, dan iman merupakan bagian dari fungsi pemikiran. (2) Iman dan pemikiran saling bertolak belakang. Iman diutamakan, dan pemikiran ditempatkan sebagai musuh yang harus ditaklukkan iman. (3) Iman mendahului dan memungkinkan pemikiran. Dengan kata lain, iman dan pemikiran sama-sama penting dan berjalan bersama-sama. Pandangan ketiga ini sangat sesuai dengan Alkitab, yang menggambarkan iman dan pemikiran sebagai suatu kesatuan seutuhnya pada diri seseorang. Allah menciptakan kita dengan pemikiran rasional untuk memproses informasi yang dinyatakan-Nya. Respons iman kita terintegrasi dengan informasi yang diproses pemikiran kita.

Pertanyaan besar ketiga adalah, apakah hubungan antara iman dan perbuatan? Paulus menyinggung issu ini dengan tegas: “sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah – itu bukan hasil pekerjaanmu” (Efesus 2:8-9). Allah membenarkan berdasarkan pelimpahan kebenaran Kristus kepada kita, yang kita terima dengan iman dan bukan diperoleh melalui perbuatan-perbuatan kita (2Korintus 5:21; Roma 3:20,24; 4:3).

Beberapa kesimpulan menyatakan pembenaran karena iman, yang melepaskannya dari perbuatan, menunjukkan bahwa perbuatan tidak dipentingkan. Tetapi Alkitab mengatakan sebaliknya: “Karena kita ini…buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik” (Efesus 2:10). Iman yang benar dan yang menyelamatkan selalu menghasilkan perbuatan, merupakan petunjuk bahwa pengakuan iman kita nyata (Yakobus 2:14-26). Oleh sebab itu, perbuatan diberi tempat. Persoalannya adalah mengenai waktu – Perbuatan itu mengikuti dan tidak mendahului keselamatan, membuktikan bahwa iman kita itu murni.

Allah tidak menutup mata terhadap perbuatan-perbuatan kita pasca-keselamatan. Ia menjanjikan upah kita di surga (Filipi 3:12-14; 2Timotius 4:7-8). Dengan demikian, orang-orang kristen harus mendemontrasikan iman melalui perbuatan-perbuatan, sebab di surga telah disediakan upah bagi kita dan kemuliaan kekal Allah. Iman kristen tidaklah buta atau membuat kita malas, tetapi berkarya dan berbuah untuk kemuliaan Tuhan.

Pustaka:
1.
1. Lima Menit Teologi, Rick Cornish, (Bandung: Pionir Jaya, 2007), hal. 217-219.
2. Alkitab (LAI, 2007)

RENCANA ALLAH: la Melakukan dengan Cara-Nya

Apakah sejarah itu tidak beraturan atau bergerak menuju suatu tujuan? Jikalau menuju suatu tujuan, apa yang ada di balik tujuan itu? Orang-orang Kristen percaya bahwa Allah memiliki rencana dan mengarahkan sejarah menuju maksud-maksudNya. Tujuan utama-Nya adalah kemuliaan diri-Nya, dan la akan mencapai apa yang dikehendaki-Nya, bahkan menggunakan umat manusia sebagai alat-alat-Nya.

Alkitab mengatakan bahwa rencana Allah itu kekal. Paulus menuliskan "maksud abadi yang telah dilaksana-kan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita" (Efesus 3:11). Ini berarti keputusan-keputusan Allah tidak dibuat sebagai respons terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang waktu. Keputusan-keputusan itu mungkin saja dilaksanakan di dalam sejarah manusia, tetapi keputusan-keputusan itu telah ditetapkan didalam kekekalan. Allah tidak menyerahkan kontrol terhadap alam semesta-Nya. la tidak membiarkan kita memulai, memaksa Dia untuk meresponi. Dialah Allah dan akan selalu menjadi Allah; kita bukan Allah dan tidak akan pernah menjadi Allah. Karena Allah sempurna dan lengkap, rencana-Nya bebas, tidak dipengaruhi oleh kebutuhan internal atau kekuatan eksternal. Yesaya 40:13-14 menanyakan, "Siapa yang dapat mengatur Roh TUHAN atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasihat? Kepada siapa TUHAN meminta nasihat untuk mendapat pengertian, dan siapa yang mengajar TUHAN untuk menjalankan keadilan, atau siapa mengajar Dia pengetahuan dan memberi Dia petunjuk supaya la bertindak dengan pengertian?" Rencana-Nya meliputi segala sesuatu dan pasti tercapai. Allah menyatakan secara langsung, "Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terlaksana (Yesaya 14:24). la tidak akan menyerahkan takhta-Nya demi permintaan kita.

Bagaimana dengan misteri kemahakuasaan Allah dan keinginan kita? Peraturan Allah adalah total. la menghendaki apa yang diingini-Nya dan melaksanakannya tanpa gagal. Tetapi, kemauan kita membuat pilihan-pilihan nyata, dan kita bertanggung jawab atasnya. Allah tidak menyatakan bagaimana la memberi kita kebebasan, pilihan yang bertanggung jawab di dalam kemahakuasaan pemerintahan Allah, tetapi Alkitab mengajarkan bahwa kedua sisi misteri itu memang nyata.

Seperti pertanyaan teologis mengenai ayam dan telur, isu sentralnya secara logis apakah yang pertama-tama: rencana Allah atau pilihan manusia. Bagaimana seseorang mendekati isu itu akan mendefinisikan perbedaan di antara dua sistem teologis yang dikenal sebagai Calvinisme dan Arminianisme. Penganut ajaran Calvin memulainya dengan rencana Allah. Keputusan manusia dan tingkah lakunya adalah konsekuensi dari rencana itu. Oleh sebab itu, rencana Allah tidak bergantung pada manusia. Pada sisi lain, penganut ajaran Arminian menempatkan kebebasan manusia di pusatnya. Keputusan Allah merupakan respons dari pengetahuan awal-Nya terhadap apa yang akan manusia pilih. Rencana Allah adalah respons terhadap inisiatif manusia. 

Sebagian solusi untuk paradoks besar ini dapat ditemukan melalui bagaimana kita memahami kebebasan manusia. Melalui pengujian yang lebih dalam, kita dapat menemukan bahwa keinginan kita mungkin tidak sebebas yang kita bayangkan. Tetapi, karena kita membuat keputusan-keputusan yang memang nyata, mungkin kita harus menyebutnya "keinginan operasional" dan bukan "kehendak bebas." Ya, saya bebas memilih apa yang saya inginkan, tetapi saya tidak menetapkan apa yang saya inginkan itu. Keturunan, lingkungan, dan pengalaman membentuk kesukaan-kesukaan saya jauh sebelum saya memilihnya. Jika faktor-faktor duniawi itu mempengaruhi apa yang saya inginkan, pasti Allah pun dapat lebih mempengaruhi saya. Jadi, tanpa menghambat kemampuan memilih saya, Allah dapat mempengaruhi kesukaan saya, membuat saya pasti memilih seperti yang dikehendaki-Nya, tanpa pernah melanggar kebebasan saya. Separadoks yang kelihatan, ini adalah suatu bagian lain dari misteri besar Allah. 

Karena rencana Allah muncul di dalam kekekalan, la tidak perah berhenti menyediakan dan menjagai kita. la tidak pernah dikejutkan oleh kekacauan yang kita perbuat dalam hidup kita ataupun tidak siap memenuhi kebutuhan kita. la mengetahui permasalahan-permasalahan kita dan memberikan solusinya jauh sebelum kita atau permasalahan kita itu muncul. Lebih lanjut, rencana-Nya tidak dapat digagalkan kesalahan manusia atau keterbatasannya, juga tidak dikembangkan oleh kepandaian dan usaha manusia. la sungguh-sungguh melakukan rencana itu dengan cara-Nya, dan saya dapat mempercayai rencana-Nya bagi saya.

Pustaka:
Alkitab, LAI.
Lima Menit Teologi, Rick Cornish (Bandung: Pionir Jaya, 2007), Hal. 107-110.