Menyikapi Kemelut Hidup


Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.
Habakuk 3:17-18

Nabi Habakuk telah diberi penglihatan yang membuat dirinya sangat terguncang. Ia begitu gemetar karena berita-berita yang mengerikan bahwa Allah akan mendatangkan gerombolan orang Babel ke Yehuda sehingga tubuhnya seakan-akan jatuh berkeping-keping pada saat itu di tempat itu juga. Tidak bisa diragukan bahwa nabi Habakuk mengalami ketakutan yang luar biasa yang nyata dari pengaruh jasmani dan mentalnya. Namun Habakuk melihat sesuatu yang luar biasa dalam penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan.

Aspek yang mengagumkan dari perkataan ini dan kenyataan yang membuatnya begitu beharga untuk diperhatikan adalah bahwa sekalipun ada semua trauma, Habakuk menerima karunia sukacita. Ini bukan sekadar ketabahan menghadapi hal-hal di luar kendalinya, tetapi lebih dari pada itu. Sekalipun banyak tantangan, masalah dan berbagai macam hal yang “ditakuti” datang menghampiri, namun kita masih memiliki harapan di dalam Tuhan (bdg Ratapan  3:18-23  Sangkaku: hilang lenyaplah kemasyhuranku dan harapanku kepada TUHAN..., Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap:  Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!)

Teks ini  mengajarkan kepada kita agar bersukaria dalam Allah walaupun ketika setiap insting dalam tubuh kita menjerit penuh duka. Sekalipun diingatkan sepenuhnya tentang kekejaman yang akan terjadi, Habakuk mengalami suatu sukacita kudus, yaitu kemampuan ilahi untuk bersukacita di dalam Tuhan. Sasaran dari sukacitanya adalah Allah Juruselamatnya. Ada hal-hal yang lebih abadi dan lebih penting dari pada dunia sementara ini. Kita harus pahami bahwa sejarah berada di luar kendali dan tak seorang pun yang tahu semua ini akan berakhir di mana. Karena sesungguhnya Allah-lah yang berada di balik jalannya sejarah, Ia yang mengendalikan-Nya dan Ia tahu ke mana sejarah ini akan berakhir.

Jadi, segala lambang kemakmuran (pohon ara, anggur, pohon zaitun, ladang, kumpulan kambing domba dan lembu sapi) bisa dihilangkan, namun tak satu pun dari hal tersebut bisa dibandingkan dengan sukacita yang datang dari Allah yang hidup (Lih. Filipi 3:8  Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus). Sekalipun sukacita itu sendiri tidak menghilangkan inti sakit yang terasa dalam tubuh, namun sukacita itu sesungguhnya jauh melebihi inti sakit dalam nilai, kenyataan dan keseluruhannya sehingga inti sakit itu menjadi tidak terasa lagi.
TUHAN kiranya menolong kita untuk melihat keinginanNYA dalam setiap setuasi “sulit” yang kita hadapi.