Perdebatan pada abad I s.d V dalam doktrin Kekristenan lebih banyak
berkisar masalah pengenalan terhadap pribadi Yesus Kristus. Hampir semua
perdebatan mengangkat topik ini dengan mempertanyakan: Siapakah Yesus
Kristus itu? Dari berbagai perdebatan dan diskusi itu, muncul berbagai
golongan yang mencoba mengusulkan hasil diskusi mereka, dengan
memperkenalkan siapakah sebenarnya pribadi Yesus Kristus itu. Namun
sayang sekali ada beberapa golongan yang keliru dalam pengenalan ini.
Karena sebagian hanya menekankan soal kemanusiaan Kristus saja dan
mengabaikan keilahian-Nya. Sedangkan sebagian lagi hanya menekankan soal
keilahian-Nya, walaupun pengenalannya tidak secara utuh. Beberapa
contoh dari pandangan yang keliru tersebut antara lain: Ebionit percaya
bahwa Yesus hanyalah manusia biasa saja; Modalistik Monarchianis percaya
bahwa Yesus adalah salah satu model atau manifestasi dari Allah;
Dinamik Monarchianis sebaliknya percaya bahwa pribadi Yesus hanyalah
manusia biasa saja; Gnostik menolak bahwa Yesus Kristus berinkarnasi
menjadi seorang manusia; Anti-Gnostik sebaliknya menolak keilahian
Kristus sebagai Logos (Firman Allah); Arianisme percaya bahwa Yesus
hanyalah salah satu subordinasi dari Allah.
PANDANGAN PARA PATRISTIK GEREJA TENTANG KEPRIBADIAN KRISTUS
Terhadap
semua ajaran yang menyesatkan di atas, bapa gereja Athanasius melakukan
pembelaan iman sesuai dengan ajaran Alkitab, dan melahirkan beberapa
konsili bapa-bapa (patristik) gereja. Antara lain:
1. Konsili Nicea (325 M) menegaskan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah Allah yang total (utuh) dan manusia yang total (utuh).
2.
Konsil Konstantinopel (381 M) mengulangi penegasan Konsili Nicea yang
meyakinkan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah 100% Allah dan 100%
manusia.
3. Konsili Chalcedon (451 M) selanjutnya merumuskan
hubungan antara Keilahian Kristus dan Kemanusiaan Kristus ini sebagai
berikut : Bahwa Yesus memiliki dua natur dalam satu pribadiNya. Hubungan
antara kedua natur ini adalah : Tidak bercampur, tidak berubah, tidak
berbagi, dan tidak terpisah.
Kebenaran ini begitu unik. Bahwa
Yesus Kristus yang satu pribadi itu memiliki dua natur yang berbeda,
yaitu natur Allah yang sempurna 100% dan natur manusia yang sempurna
100%. Sesungguhnya, di dunia ini tidak ada satu pun analogi atau contoh
yang bisa menjelaskan dan mewakili kebenaran ini. Sama seperti kebenaran
Tritunggal, tidak ada satu pun analogi atau contoh yang bisa mewakili
atau menjelaskannya dengan sempurna. Namun, tidak berarti kebenaran ini
tidak penting dan boleh diabaikan. Justru sangat penting dan harus
dipelajari sejauh apa yang disaksikan oleh Alkitab, Fiman Allah yang
tertulis itu. Sebab Alkitab adalah ukuran atau standar dalam iman dan
pengetahuan kita tentang Allah. Jadi, bila Alkitab berbicara kita bisa
mengerti dan harus percaya. Bila Alkitab diam, kita pun harus belajar
berdiam diri dan menerima keterbatasan pikiran, perasaan, pengalaman dan
hikmat kita.
BUKTI-BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS
1.
Yesus Lahir Seperti Manusia Lainnya. Yesus lahir dari seorang wanita
(Galatia 4:4). Kenyataan ini dikuatkan oleh kisah-kisah kelahiran-Nya
dari seorang anak dara (Matius 1:18 -2:11; Lukas 1:30-38; 2:1-20).
Karena hal ini, Yesus disebut "anak Daud, anak Abraham" (Matius 1:1) dan
dikatakan bahwa Ia "menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud"
(Roma 1:3). Karena alasan yang sama, Lukas merunut asal usul Yesus
sampai kepada Adam (Lukas 3:23-38). Peristiwa ini merupakan penggenapan
janji kepada Hawa (Kejadian 3:15) dan kepada Ahas (Yesaya 7:14). Pada
beberapa kesempatan Yesus disebutkan sebagai anak Yusuf, namun kita akan
melihat bahwa setiap kali hal ini terjadi, orang yang melakukannya itu
bukanlah sahabat Yesus atau mereka kurang mengenal Dia (Lukas 4:22;
Yohanes 1:45; 6:42; bandingkan dengan Matius 13:55). Bila ada bahaya
bahwa pembaca kitab Injil akan menganggap penulis Injil tersebut
bermaksud untuk menyatakan bahwa Yesus betul-betul anak Yusuf, maka
penulis menambahkan sedikit penjelasan untuk menunjukkan bahwa anggapan
semacam itu tidak benar. Oleh karena itu dalam Lukas 23:23 kita membaca
bahwa Yesus adalah anak Yusuf "menurut anggapan orang" dan di dalam Roma
9:5 dinyatakan bahwa Kristus berasal dari Israel dalam "keadaan-Nya
sebagai manusia".
Dalam kaitan ini telah diajukan satu pertanyaan
penting: Bila Kristus itu lahir dari seorang perawan, apakah Ia juga
mewarisi sifat yang berdosa dari ibu-Nya? Alkitab dengan jelas
menunjukkan bahwa Yesus tidak berhubungan dengan dosa. Alkitab
menandaskan bahwa Yesus "tidak mengenal dosa" (2 Korintus 5:21); dan
bahwa Ia adalah "yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari
orang-orang berdosa" (Ibrani 7:26); dan bahwa "di dalam Dia tidak ada
dosa" (1 Yohanes 3:5). Pada saat memberitahukan bahwa Maria akan
melahirkan Anak Allah, Gabriel menyebutkan Yesus sebagai "kudus" (Lukas
1:35). Iblis tidak berkuasa apa-apa atas diri Yesus (Yohanes 14:30); ia
tak ada hak apa pun atas Anak Allah yang tidak berdosa itu. "Dosalah
yang membuat Iblis berkuasa atas manusia, tetapi di dalam Yesus tidak
ada dosa." Melalui naungan ajaib Roh Kudus, Yesus lahir sebagai manusia
yang tidak berdosa.
2. Yesus Tumbuh Dan Berkembang Seperti
Manusia Normal. Yesus berkembang secara normal sebagaimana halnya
manusia. Oleh karena itu dikatakan dalam Alkitab bahwa Ia "bertambah
besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada
pada-Nya" (Lukas 2:40), dan bahwa Ia "makin bertambah besar dan
bertambah hikmat-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia" (Lukas
2:52). Perkembangan fisik dan mental Kristus ini tidak disebabkan karena
sifat ilahi yang dimiliki-Nya, tetapi diakibatkan oleh hukum-hukum
pertumbuhan manusia yang normal. Bagaimanapun juga, kenyataan bahwa
Kristus tidak mempunyai tabiat duniawi dan bahwa Ia menjauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan, yang berdosa, sudah pasti turut mempengaruhi
perkembangan mental dan fisik-Nya. Perkembangan mental Yesus bukanlah
semata-mata hasil pelajaran di sekolah-sekolah pada zaman itu (Yohanes
7:15), tetapi harus dianggap sebagai hasil pendidikan-Nya dalam keluarga
yang saleh, kebiasaan-Nya untuk selalu hadir dalam rumah ibadah (Lukas
4:16), kunjungan-Nya ke Bait Allah (Lukas 2:41, 46), penelaahan Alkitab
yang dilakukan-Nya (Lukas 4:17), dan juga karena Ia menggunakan
ayat-ayat Alkitab ketika menghadapi pencobaan, dan karena
persekutuan-Nya dengan Allah Bapa (Markus 1:35;Yohanes 4:32-34).
3.
Ia Memiliki Unsur-Unsur Hakiki Sifat Manusia. Bahwa Kristus memiliki
tubuh jasmaniah jelas dari ayat-ayat yang berbunyi, "mencurahkan minyak
itu ke tubuh-Ku" (Matius 26:12); "yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah
adalah tubuh-Nya sendiri" (Yohanes 2:21); "Ia juga menjadi sama dengan
mereka dan mendapatkan bagian dalam keadaan mereka [darah dan daging]"
(Ibrani 2:14); "tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagi-Ku" (Ibrani
10:5); "kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh
persembahan tubuh Yesus Kristus" (Ibrani 10:10). Bahkan setelah Ia
dibangkitkan Ia mengatakan, "Rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu
tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku"
(Lukas 24:39). Bukan saja Kristus memiliki tubuh manusiawi yang fisik,
Ia juga memiliki unsur-unsur sifat manusiawi lainnya, seperti kecerdasan
dan sifat sukarela. Ia mampu berpikir dengan logis. Alkitab berbicara
tentang Dia sebagai memiliki jiwa dan/atau roh (Matius 26:38; bandingkan
dengan Markus 8:12; Yohanes 12:27; 13:21; Markus 2:8;Lukas 23:46; dalam
Alkitab bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai hati dan nyawa).
Ketika mengatakan bahwa Ia mengambil sifat seperti kita, kita selalu
harus membedakan antara sifat manusiawi dan sifat yang berdosa;Yesus
memiliki sifat manusiawi, tetapi Ia tidak memiliki sifat yang berdosa.
4.
Ia Mempunyai Nama-Nama Manusia. Ia memiliki banyak nama manusia. Nama
"Yesus", yang berarti "Juruselamat" (Matius 1:21), adalah kata Yunani
untuk nama "Yosua" di Perjanjian Lama (bandingkan Kisah 7:45; Ibrani
4:8). Ia disebut "anak Abraham" (Matius 1:1) dan "anak Daud". Nama "anak
Daud" sering kali muncul dalam Injil Matius (1:1; 9:27; 12:23; 15:22;
20:30, 31;21:9, 15). Nama "Anak Manusia" terdapat lebih dari 80 kali
dalam Perjanjian Baru. Nama ini berkali-kali dipakai untuk Nabi
Yehezkiel (2:1; 3:1; 4:1, dan seterusnya), dan sekali untuk Daniel
(8:17). Nama ini dipakai ketika bernubuat tentang Kristus dalam Daniel
7:13 (bandingkan Matius 16:28). Nama ini dianggap oleh orang-orang
Yahudi sebagai mengacu kepada Mesias. Hal ini jelas dari kenyataan bahwa
imam besar merobek jubahnya ketika Kristus menerapkan nubuat Daniel ini
kepada diri-Nya sendiri (Lukas 26:64, 65). Orang-orang Yahudi memahami
bahwa istilah ini menunjuk kepada Mesias (Yohanes 12:34), dan menyebut
Kristus itu Anak Manusia adalah sama dengan menyebut Dia Anak Allah
(Lukas 22:69, 70). Ungkapan ini bukan saja menunjukkan bahwa Ia adalah
benar-benar manusia, tetapi bahwa Ia juga adalah wakil seluruh umat
manusia (bandingkan Ibrani 2:6-9).
5. Ia Memiliki Berbagai
Kelemahan Yang Tak Berdosa Dari Sifat Manusiawi. Karena itu, Yesus
pernah lelah (Yohanes 4:6), lapar (Matius 4:2; 21:18), haus (Yohanes
19:28); Ia pernah tidur (Matius 8:24; bandingkan Mazmur 121:4); Ia
dicobai (Ibrani 2:18; 4:15; bandingkan Yakobus 1: 13); Ia mengharapkan
kekuatan dari Bapa-Nya yang di sorga (Markus 1:35; Yohanes 6:15; Ibrani
5:7); Ia mengadakan mukjizat (Matius 12:28), mengajar (Kisah 1:2), dan
mempersembahkan diri-Nya kepada Allah oleh Roh Kudus (Kisah 10:38;
Ibrani 9:14). Orang-orang Kristen memiliki seorang imam besar di sorga
dengan kemampuan yang tiada terhingga untuk merasa belas kasihan
terhadap mereka dalam semua bahaya, dukacita, dan pencobaan yang mereka
alami dalam kehidupan, karena Ia sendiri mengalami semuanya itu, karena
Ia menjadi sama dengan manusia. Kembali harus ditekankan bahwa
menyebutkan kelemahan-kelemahan dalam sifat Kristus tidaklah berarti
kelemahan-kelemahan yang berdosa.
6. Berkali-Kali Ia Disebut
Sebagai Manusia. Yesus menganggap diri-Nya sendiri manusia (Yohanes
8:40). Yohanes Pembaptis (Yohanes 1:30), Petrus (Kisah 2:22), dan Paulus
(1 Korintus 15:21, 47; Filipi 2:8; bandingkan Kisah 13:38) menyebut-
Nya manusia. Kristus benar-benar diakui sebagai manusia (Yohanes 7:27;
9:29; 10:33), sehingga Ia dikenal sebagai orang Yahudi (Yohanes 4:9); Ia
dikira lebih tua dari usia sebenarnya (Yohanes 8:57); dan Ia dituduh
telah menghujat Allah karena berani menyatakan bahwa diri-Nya lebih
tinggi daripada manusia (Yohanes 10:33). Bahkan setelah bangkit, Kristus
nampak sebagai manusia (Yohanes 20:15; 21:4, 5). Lagi pula, sekarang
ini Ia berada di sorga sebagai manusia (I Timotius 2:5), akan datang
kembali (Matius 16:27, 28; 25:31; 26:64, 65), serta menghakimi dunia ini
dengan adil sebagai manusia (Kisah 17:31).
BUKTI-BUKTI KEILAHIAN YESUS KRISTUS
1.
Kristus memiliki dan menunjukkan sifat-sifat KeilahianNya. Kristus
berdasarkan pengakuanNya sendiri Kristus memiliki sifat-sifat yang hanya
dimiliki oleh Allah, yaitu: (1) Kekekalan: Ia mengaku sudah ada sejak
kekal (Yohanes 8:58; 17:5); (2) Mahahadir: Ia mengaku hadir di mana-mana
(Matius 18:20; 28:20); (3) Mahatahu: Ia memperlihatkan pengetahuan
tenaang hal-hal yang hanya dapat diketahui jika Ia mahatahu
(Matius16:21; Lukas 6:8; 11:7; Yohanes 4:29); (4) Mahakuasa: Ia
memperagakan dan menyatakan kekuasaan satu Pribadi yang Mahakuasa
(Matius 28:20; Markus 5:11-15;Yohanes 11:38-44).
Sifat-sifat
Kealahan yang lain dinyatakan bagi diri-Nya oleh orang lain (misal "tak
berubah", Ibrani 13:5), tetapi apa yang dikutip di atas tadi adalah apa
yang diakui oleh-Nya bagi diri-Nya sendiri.
2. Kristus melakukan
tindakan-tindakan yang hanya dilakukan oleh Allah. Perhatikanlah
perkerjaan dan tindakan yang dilakukan oleh Kristus berikut ini: (1)
Pengampunan: Ia mengampuni dosa selama-lamanya. Manusia mungkin dapat
melakukannya untuk sementara,namun Kristus memberikan pengampunan kekal
(Markus 2:1-12); (2) Kehidupan: Ia memberikan kehidupan rohani kepada
barang siapa yang dihendaki-Nya (Yohanes 5:21); (3) Kebangkitan: Ia akan
membangkitkan orang mati (Yohanes 11:43); (4) Penghakiman: Ia akan
menghakimi semua orang (Yohanes 5:22, 27). Lagi-lagi, semua contoh di
atas adalah hal-hal yang Ia lakukan atau pengakuan yang diucapkan-Nya
sendiri, bukan orang lain.
3. Kristus diberi Nama-nama dan Gelar-gelar Keallahan.
(1)
Anak Allah. Tuhan kita mempergunakan gelar bagi diri-Nya (meskipun
hanya kadang-kadang, Yohanes 10:36), dan Ia mengakui kebenarannya ketika
dipergunakan oleh orang lain untuk menunjuk kepada-Nya (Matius 26:63-
64). Apakah artinya? Meskipun frase "anak dari" dapat berarti "keturunan
dari", hal ini juga mengandung arti "dari kaum". Jadi, dalam Perjanjian
Lama "anak- anak para nabi" berarti dari kaum nabi (1 Raja-raja 20:35),
dan “anak- anak penyanyi” berarti kaum penyanyi (Nehemia 12:28).
Petunjuk "Anak Allah" apabila dipergunakan untuk Tuhan kita, berarti
dari “kaum Allah dan merupakan suatu klaim yang kuat dan jelas untuk
Keallahan yang penuh”. Dalam penggunaan di antara orang Yahudi,
perkataan "Anak (dari)..." umumnya tidak berarti suatu pembawahan,
tetapi lebih kepada persamaan dan jati diri hakikat. Contoh, nama “anak
penghiburan” (Kisah Para Rasul 4:36) tak pelak lagi berarti, “si
penghibur”. "Anak-anak guruh” (Markus 3:17) mungkin sekali berarti
“penggeledek”. “Anak Manusia”, terutama sebagaimana berlaku untuk
Kristus dalam Daniel 7:13 dan selalu dalam Perjanjian Baru, hakikatnya
berarti "Orang yang Mewakili". Jadi, bagi Kristus untuk mengatakan,
“Akulah Anak Allah” (Yohanes 10:36) dianggap oleh orang-orang pada
masa-Nya sebagai memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah, sejajar dengan
Bapa, yang menurut mereka tidak layak.
(2) Tuhan dan Allah. Yesus
disebut Yahweh dalam Perjanjian Baru. Hal ini menunjukkan Keallahan-Nya
yang penuh (bandingkan Lukas 1:76 dengan Maleakhi 3:1 dan Amsal 10:13
dengan Yoel 2:32). Ia juga disebut Allah (Yohanes 1:1; 20:28; Ibrani
1:8), Tuhan (Matius 22:43-45), dan Raja di atas segala raja dan Tuhan di
atas segala tuan (Wahyu 19:16).
4. Kristus Mengakui diriNya
sebagai Allah. Mungkin peristiwa yang paling kuat dan jelas tentang
pengakuan ini, terjadi pada waktu hari raya penahbisan Bait Allah di
Yerusalem, ketika Ia berkata, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yoh. 10:30).
Kata "satu" di sini bukan berarti Ia dan Bapa merupakan satu Pribadi
melainkan bahwa mereka merupakan kesatuan dalam sifat dan kegiatannya,
suatu fakta yang benar, hanya jika Ia sama Keallahan - Nya dengan Bapa.
Orang-orang yang mendengar pengakuan ini mahaminya demikian karena itu
mereka segera berupaya merajam-Nya dengan alasan penghujatan karena Ia
menyatakan diri-Nya sebagai Allah (Ayub 33). Bagaimana seseorang dapat
mengatakan bahwa Yesus dari Nazaret sendiri tak pernah mengaku sebagai
Allah? Dan bahwa pengikut-Nyalah yang menyatakan demi Dia? Kebanyakan
dari kutipan diatas berasal dari kata-kata Kristus Sendiri.
Karena
itu, kita haruslah menghadapi satu-satunya pilihan: apakah yang
diakui-Nya itu memang benar ataukah Ia seorang pembohong. Dan apa yang
diakui-Nya itu merupakan Keallahan yang penuh dan sempurna - tak ada
yang kurang atau dikurangkan semasa hidup-Nya di bumi.
5. Kristus Menyatakan Mempunyai Penghormatan yang Sama dengan Allah
Dalam
Yohanes 5:23 berkata, "Supaya semua orang menghormati Anak sama seperti
mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga
tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia". Dalam ayat ini, Yesus
menyatakan dengan jelas bahwa manusia akan menghormati Dia sebagaimana
mereka menghormati Bapa. Jikalau Anda mulai membaca dari ayat 16, Anda
akan menemukan bahwa orang-orang Yahudi mau membunuh Yesus. Orang-orang
Yahudi berkata bahwa Yesus telah mengajar bahwa Dia sama dengan Allah
(ayat 18). Jika Yesus tidak menjadi sama dengan Allah, Dia sudah tentu
akan membenarkan mereka. Dia akan membuat itu jelas bagi mereka bahwa Ia
tidak sama dengan Allah. Apakah Dia melakukan ini? Tidak. Malahan Yesus
memberitahukan kepada mereka bahwa "Semua orang menghormati Anak sama
seperti mereka menghormati Bapa." Perhatikan dalam Filipi 2:6, "yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu
sebagai milik yang harus dipertahankan" Ayat ini menceritakan bahwa
Yesus telah menjadi Allah sebelum Ia datang di dunia. Yesus tidak pernah
berpikir bahwa Dia merampas hak Allah dengan menjadi sejajar dengan
Allah, melainkan Ia sedang menyatakan sejajar dengan Allah karena Ia
adalah Allah itu sendiri.
6. Keilahian Kristus berdasarkan
kesatuannya dalam Trinitas. Dalam Matius 28:19 dikatakan “dalam nama
Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus”. Secara khusus, frase Yunani yang
tertulis di Matius 28:19 yaitu “baptizontes autous eis to onoma tou
patros kai tou uiou kai tou agiou pneumatos” yang diterjemahkan menjadi
“baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus”, di mana hal
yang menarik adalah bahwa sekalipun di sini disebutkan tiga buah nama
yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus, tetapi kata kata Yunani “eis to onomo”
yang diterjemahkan “dalam nama” adalah nominatif singular (bentuk
tunggal, bukan bentuk jamak)! Bentuk jamak dari kata Yunani “onomo
(nama)” adalah “onomata”. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan name
(bentuk tunggal), bukan names (bentuk jamak). Karena itu ayat ini bukan
hanya menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu setara, tetapi juga
menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu adalah satu atau esa. Dalam bahasa
Inggris diterjemahkan name (bentuk tunggal), bukan names (bentuk jamak).
Karena itu ayat ini bukan hanya menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu
setara, tetapi juga menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu adalah satu
atau esa. Kata “esa” yang digunakan dalam Ulangan 6:4 dalam bahasa
Ibraninya adalah “Ekhad” yang menunjuk kepada “satu kesatuan yang
mengandung makna kejamakan; dan bukan satu yang mutlak”. Jika yang
dimaksud “satu-satunya; atau satu yang mutlak” maka dalam bahasa Ibrani
yang digunakan adalah “yakhid”.
PERPADUAN NATUR KEILAHIAN DAN NATUR KEMANUSIAAN KRISTUS
Pokok
ini merupakan rahasia yang sangat dalam. Bagaimana mungkin ada dua
sifat di dalam satu orang? Sekalipun sulit untuk memahami konsep ini,
Alkitab menganjurkan agar kita merenungkan rahasia Allah ini, yaitu
Kristus (Kolose 2:2,3). Yesus sendiri menyatakan bahwa pengenalan yang
benar akan Dia hanya akan diperoleh melalui penyataan ilahi (Matius
11:27). Mempelajari pribadi Kristus sangatlah sulit karena
kepribadian-Nya sangat unik; tidak ada oknum lain yang sama dengan Dia
sehingga kita tidak dapat berargumentasi dari hal-hal yang sudah kita
ketahui kepada hal-hal yang belum kitaketahui.
1. Pemikiran yang
keliru tentang perpaduan kedua natur Kristus. (1) Perpaduan sifat ilahi
dengan sifat manusiawi di dalam Kristus itu tidak dapat dibandingkan
dengan hubungan pemikahan, karena kedua belah pihak dalam pemikahan
tetap merupakan dua pribadi yang berbeda walaupun sudah menikah; (2)
Perpaduan kedua sifat itu tidak sama seperti perhubungan orang-orang
percaya dengan Kristus. Juga tidaklah tepat untuk beranggapan bahwa
sifat ilahi itu tinggal di dalam Kristus sebagaimana Kristus tinggal di
dalam orang percaya, karena itu berarti bahwa Yesus hanyalah seorang
manusia yang didiami oleh Allah dan la sendiri bukan Allah. (3) Gagasan
yang mengatakan bahwa Kristus mempunyai kepribadian rangkap tidaklah
alkitabiah. Tidak disebutkan dalam Alkitab bahwa Logos mengambil tempat
pikiran dan roh manusiawi di dalam Kristus, karena dalam hal demikian
Kristus bersatu dengan kemanusiaan yang tidak sempuma. Demikian pula
kedua sifat itu tidak bersatu untuk membentuk sifat yang ketiga, sebab
dalam hal itu Kristus bukanlah manusia sejati. (4) Juga tidak dapat
dikatakan bahwa Kristus secara berangsur-angsur menerima sifat ilahi,
karena dalam hal demikian keilahian-Nya bukanlah suatu kenyataan hakiki
sebab harus diterima secara sadar oleh kemanusiaan Kristus. Gereja pada
umumnya dengan tegas menyalahkan pandangan-pandangan ini sebagai tidak
alkitabiah dan karena itu tidak bisa diterima.
2. Pemikiran yang
benar entang perpaduan kedua natur Kristus. Bila pengertian-pengertian
di atas itu salah semua, bagaimanakah kita dapat menerangkan perpaduan
kedua sifat tersebut di dalam Kristus sehingga menghasilkan satu
pribadi, namun dengan dua kesadaran dan dua kehendak? Sekalipun ada dua
sifat, tetapi ada satu pribadi saja. Dan sekalipun ciri-ciri khas dari
sifat yang satu tidak dapat dikatakan merupakan ciri khas dari sifat
lainnya, namun kedua sifat itu berada dalam satu Pribadi, yaitu Kristus.
Tidaklah
tepat untuk mengatakan bahwa Kristus adalah Yang Ilahi yang memiliki
sifat manusiawi, atau bahwa Ia adalah manusia yang didiami oleh Yang
Ilahi. Dalam hal yang pertama, maka sifat manusiawi tidak akan
memperoleh tempat dan peranan yang semestinya, dan dalam hal yang kedua
sifat ilahi itulah yang tak akan memperoleh tempat dan peranan yang
semestinya. Oknum kedua dari Tritunggal Allah menerima keadaan manusia
dengan semua ciri khasnya. Dengan demikian kepribadian Kristus berdiam
di dalam sifat ilahi-Nya, karena Allah Anak tidak bersatu dengan seorang
manusia tetapi dengan sifat manusia. Terpisah dari penjelmaan sifat
manusiawi Kristus tak bersifat pribadi; akan tetapi hal ini tidak benar
tentang sifat ilahi-Nya. Begitu sempurnanya penyatuan menjadi satu
pribadi ini sehingga, "Kristus pada saat yang 'sama memiliki sifat-sifat
yang nampaknya bertolak belakang. Ia bisa lemah dan mahakuasa,
bertambah dalam pengetahuan namun mahatahu, terbatas dan tidak
terbatas," dan kita dapat menambahkan, Ia bisa berada di satu tempat
namun Ia Mahahadir.
Yesus berbicara tentang diri-Nya sebagai
satu pribadi yang utuh dan tunggal; Ia sama sekali tidak menunjukkan
adanya gejala-gejala keterbelahan kepribadian. Selanjutnya, orang-orang
yang berhubungan dengan Dia menganggap Dia sebagai seorang dengan
kepribadian yang tunggal dan tidak terbelah. Bagaimana dengan kesadaran
diri-Nya? Jelaslah bahwa dalam kesadaran diri yang ilahi Yesus
senantiasa sadar akan keilahian-Nya. Kesadaran diri yang ilahi itu
senantiasa beroperasi penuh, bahkan pada masa kanak-kanak. "Namun ada
bukti bahwa dengan berkembangnya sifat manusiawi maka kesadaran diri
yang manusiawi itu mulai aktif." Kadang-kadang Ia akan bertindak dari
kesadaran diri yang manusiawi, dan pada saat-saat lain Ia bertindak dari
kesadaran diri yang ilahi, namun keduanya itu tidak pernah
bertentangan. Hal yang sama dapat dikatakan mengenai kehendak-Nya.
Pastilah, kehendak manusiawi ingin menjauhi salib (Matius 26:39), dan
kehendak yang ilahi ingin menjauhkan diri dari hal dijadikan dosa (2
Korintus 5:21). Dalam kehidupan-Nya, Yesus berkehendak untuk melakukan
kehendak Bapa-Nya yang di sorga (Ibrani 10:7, 9). Hal ini
dilaksanakan-Nya sepenuhnya.
Maka jika kedua sifat Kristus itu
terbaur secara sempurna di dalam satu pribadi, lalu bagaimanakah sifat
pembauran itu? Sebagian besar jawaban untuk pertanyaan ini telah
disinggung dalam uraian sebelumnya. Tidak mungkin kami memberikan
analisis kejiwaan yang tepat tentang kepribadian, unik Kristus sekalipun
Alkitab memberikan sedikit petunjuk.
(1) Perpaduan itu tidak
bersifat teantropik. Diri Kristus adalah teantropik (artinya mempunyai
sifat ilahi dan sifat manusiawi), tetapi sifat-Nya tidak. Maksudnya,
seseorang dapat berbicara tentang Allah - manusia bila Ingin mengacu
kepada diri Kristus; akan tetapi, kita tidak dapat berbicara tentang
sifat ilahi- manusiawi, melainkan kita harus berbicara tentang adanya
sifat ilahi dan sifat manusiawi di dalam Kristus. Hal ini jelas dari
kenyataan bahwa Kristus memiliki pengertian dan kehendak yang tak
terbatas dan juga memiliki pengertian dan kehendak yang terbatas; Ia
memiliki kesadaran ilahi dan kesadaran manusiawi. Kecerdasan ilahi-Nya
tidak terbatas; kecerdasan manusiawi-Nya makin bertambah. Kehendak
ilahi-Nya adalah mahakuasa; kehendak manusiawi-Nya hanya terbatas pada
kemampuan manusia yang belum jatuh dalam dosa. Dalam kesadaran ilahi-Nya
Ia dapat berkata, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30); dalam
kesadaran manusiawi-Nya Ia dapat berkata, "Aku haus" (Yohanes 19:28).
Namun harus ditekankan bahwa Kristus tetap Allah - manusia.
(2)
Perpaduan itu bersifat pribadi. Perpaduan kedua sifat di dalam Kristus
disebut perpaduan hipostatis. Maksudnya, kedua sifat atau hakikat itu
merupakan satu cara berada yang pribadi. Karena Kristus tidak bersatu
dengan diri manusia, tetapi dengan sifat manusia, maka kepribadian
Kristus bertempat dalam sifat ilahi-Nya.
(3) Perpaduan itu meliputi berbagai sifat dan perbuatan manusiawi dan ilahi.
Baik
sifat dan perbuatan yang manusiawi maupun yang ilahi dapat dilakukan
oleh Sang Allah-manusia tanpa kecuali. Demikianlah berbagai sifat dan
ciri khas manusia dihubungkan dengan Kristus di bawah gelar -gelar yang
ilahi, "Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang
Mahatinggi" (Lukas 1:32); "mereka tidak akan menyalibkan Tuhan yang
mulia" (1 Korintus 2:8); "jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah
Anak-Nya sendiri" (Kisah 20:28). Dari ayat-ayat tersebut kita melihat
bahwa Allah telah lahir dan Allah telah mati. Ada juga ayat-ayat yang
menyebut berbagai ciri khas dan sifat ilahi serta menghubungkannya
dengan Kristus di bawah nama-nama manusiawi-Nya, "Dia yang telah turun
dari sorga, yaitu Anak Manusia" (Yohanes 3:13); "dan bagaimanakah,
jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya
berada?" (Yohanes 6:62); "Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang
ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai
selama-lamanya" (Roma 9:5); Kristus yang mati itu adalah Kristus yang
"memenuhi semua dan segala sesuatu" (Efesus 1:23; bandingkan Matius
28:20); Dialah yang telah ditentukan oleh Allah untuk menghakimi dunia
(Kisah 17:31; bandingkan Matius 25:31, 32).
(4) Perpaduan
tersebut menjamin kehadiran yang tetap dari keilahian dan kemanusiaan
Kristus. Kemanusiaan Kristus hadir bersama dengan keilahian-Nya di
setiap tempat. Kenyataan ini menambah keindahan kenyataan bahwa Kristus
ada di dalam umat-Nya. Ia hadir dalam keilahian-Nya, dan melalui
perpaduan kemanusiaan-Nya dengan keilahian-Nya, maka Ia juga hadir dalam
kemanusiaan-Nya.
Referensi:
Berkhof, Louis., 2011. Systematic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang
Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. Jilid 2 & 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Grudem,
Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical
Doctrine. Zodervan Publising House : Grand Rapids, Michigan.
Milne, Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan (1993). Penerbit BPK : Jakarta.
Mounce, William D., 2011. Basics of Biblical Greek, edisi 3. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Morris, Leon., 2006. New Testamant Theology. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Susanto,
Hasan., 2003.Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan
Konkordansi Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, Penerbit
Literatur SAAT : Malang.
Milne, Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan (1993). Penerbit BPK : Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1 dan 2, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta.
Thiessen,
Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D.
Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
http://artikel.sabda.org/kemanusiaan_dan_keilahian_kristus
Shalom saudara-saudari Kristen. Jika kita berbicara tentang keimanan Kristen, akan lebih baik jika kita menelusuri akar Ibrani dari keimanan kita. Sudah pernahkah saudara/I mendengar lantunan Shema Yisrael? Ini adalah kalimat pengakuan iman orang Yahudi yang biasa diucapkan pada setiap ibadah mereka baik itu di rumah ibadat atau sinagoga maupun di rumah. Yesus juga menggunakan Shema untuk menjawab pertanyaan dari seorang ahli Taurat mengenai hukum yang utama. Kita dapat baca di Ulangan 6 ayat 4 dan Injil Markus 12 ayat 29. Dengan mengucapkan Shema, orang Yahudi mengakui bahwa YHWH ( Adonai ) Elohim itu esa dan berdaulat dalam kehidupan mereka. Berikut teks Shema Yisrael tersebut dalam huruf Ibrani ( dibaca dari kanan ke kiri seperti huruf Arab ) beserta cara mengucapkannya ( tanpa bermaksud untuk mengabaikan atau menyangkal adanya Bapa, Roh Kudus dan Firman Elohim yaitu Yeshua haMashiakh/ ישוע המשיח, yang lebih dikenal oleh umat Kristiani sebagai Yesus Kristus ) berikut ini
BalasHapusTeks Ibrani Ulangan 6 ayat 4 : ” שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד ”
Cara mengucapkannya : ” Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad ”
Lalu berdasarkan halakha/ tradisi, diucapkan juga berkat: ” ברוך שם כבוד מלכותו לעולם ועד ” ( barukh Shem kevod malkuto le’olam va’ed ) yang artinya diberkatilah nama yang mulia kerajaanNya untuk selama-lamanya. Ini juga termasuk kesaksian. Apakah ada yang mempunyai pendapat lain?
🕎✡️👁️📜🕍🤴🏻👑🗝️🛡️🗡️🏹⚖️☁️☀️⚡🌧️🌈🌒🌌🔥💧🌊🌬️🏞️🗺️🏡⛵⚓👨👩👧👦❤️🛐🤲🏻🖖🏻🌱🌾🍇🍎🍏🌹🍷🥛🍯🐏🐑🐐🐂🐎🦌🐪🐫🦁🦅🕊️🐟🐍₪🇮🇱⛪