SATU IOTA atau SATU TITIK pun TIDAK AKAN DITIADAKAN

Matius 5:17-20  
(17) "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.  (18)  Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.  (19)  Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.  (20)  Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

Perkataan di atas dengan tegas merupakan pernyataan yang tidak kenal kompromi tentang keabsahan Hukum Musa yang kekal. Bagian yang paling kecil pun tidak dihapuskan. ‘Jot’ (KJV) adalah huruf terkecil dari abjad Ibrani. ‘Iota’ (RSV) adalah huruf terkecil dari abjad Yunani. ‘Titik’ adalah tanda yang sangat kecil yang ditambahkan pada sebuah huruf, mungkin untuk membedakannya dengan huruf lain yang mirip.

Jelaslah bahwa Tuhan Yesus tidak menerima penafsiran Hukum Taurat menurut adat istiadat nenek moyang. Memang Ia mendakwa ahli-ahli Taurat, para pelajar dan pengajar yang diakui dari Hukum Taurat, dengan mengatakan, “Kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu” (Begitu kita baca dlm Matius 15:3 dlm sebuah kutipan berdasarkan Markus 7:9). Ia mengatakan bahwa dengan aplikasi mereka dari Hukum Taurat, mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkan di atas bahu orang (Matius 23:4); berlawanan dengan ayat ini, Ia mengundang “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku ... sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan” (Mark. 11: 29-30).

Tetapi dengan mengatakan iniTuhan Yesus tidak memperlemah tuntutan-tuntutan Allah; Ia juga tidak merekomendasikan Standar kebenaran yang lebih rendah dari pada yang dituntut oleh ‘ahli Taurat dan orang-orang Farisi.’ Sebaliknya, Ia menekankan bahwa izin memasuki Kerajaan Surga bersyaratkan kebenaran, melebihi kebenaran para ahli Taurat dan orang Farisi. Pernyataan yang terakhir ini,  terdapat dalam Matius 5:20, merupakan kata pembukaan dari pasal-pasal berikutnya, yang berisi pernyataan Tuhan Yesus mengenai apa artinya taat kepada Hukum yang Ia berikan.

Pertama, Ia menyatakan bahwa cara yang benar untuk menaati hukum yang mana pun juga ialah dengan memenuhi tujuan untuk apa Hukum itu diberikan. Pada hari Sabat, menurut Hukum yang keempat, ‘Jangan engkau melakukan sesuatu pekerjaan.’ Menurut pandangan para pemelihara Hukum Taurat, perintah ini mengharuskan kita dengan teliti membuat definisi tentang apa yang dimaksud dengan ‘Pekerjaan,’ sehingga orang bisa tahu dengan jelas apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan pada hari itu. Keadaan bisa mengubah beberapa kasus, misalnya tindakan penyembuhan diperbolehkan kalau itu menyangkut hidup atau mati, tetapi bila pengobatan bisa ditunda sampai keesokan hari tanpa membahayakan pasien, maka itu lebih baik. Tepatnya dalam hal seperti inilah Tuhan Yesus berkonfrontasi berulang-ulang dnegan para ahli Taurat dan antek-anteknya, kriteria Tuha Yesus dalam memenuhi Hukum ini ialah dengan menanyakan untuk apakah hari Sabat itu ditetapkan. Hari itu ditetapkan, kata Tuhan, adalah untuk memberikan istirahat dan kelegaan bagi umat manusia – mereka tidak dicipta demi hari Sabat, tetapi hari Sabat diberikan demi kebaikan mereka. Karena itu, setiap tindakan yang membuat mereka lebih santai dan lega, lebih memajukan keadaan mereka secara umum diperbolehkan pada hari Sabat. Hal itu bukan saja diperbolehkan pada hari Sabat – hari Sabat adalah hari yang paling cocok untuk melakukannya, karena perbuatan itu begitu mendukung secara istimewa tujuan Allah dalam menetapkan hari Sabat. Kita melihat bahwa Tuhan Yesus menyembuhkan orang dengan memilih hari Sabat, karena sekalipun "melanggar" tetapi dalam pandangan Tuhan menolong adalah hal yang utama. Iman, kasih dan keadilan adalah hal yang diutamakan, bukan harinya.

Ia tidak melanggar hukum yang keempat, tetapi Ia menafsirkannya secara berbeda dari penafsiran yang sedang berlaku. Apakah prinsip penafsiranNya ‘mengungguli kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi?’ Mungkin demikian. Ada beberapa orang yang merasa lebih gampang mempunyai satu set peraturan-peraturan – bila muncul masalah secara praktis, ia bisa berpaling pada peraturan-peraturan itu dan ia tahu apa yang harus dilakukan. Tetapi bila mereka harus memutuskan perbuatan mana yang paling memenuhi tujuan Hukum itu, maka mereka harus memutar otak, dan pemutaran otak semacam ini yang melibatkan tanggung jawab pribadi, merupakan sesuatu yang sulit bagi mereka.

Kedua, Tuhan Yesus menyatakan bahwa ketaatan atau ketidaktaatan pada Hukum Taurat dimulai dari dalam hati manusia. Tidak cukup untuk menyesuaikan perbuatan dan perkataan yang diluar dengan apa yang dikehendaki oleh Hukum Taurat; pertama-tama kehidupan yang di dalam harus diselaraskan dengan hukum taurat. Maka salah seorang pemazmur dari PL menyatakan perasaanya demikian: “Aku akan melakukan kehendakMu ya Allahku; TauratMu ada di dalam dadaku” (Maz. 40:9). Mazmur ini tidak dikutip oleh Tuhan Yesus dalam kitab-kitab Injil, tetapi di bagian lain dalam PB bahasa yang dipakai menunjuk pada Dia (Ibr. 10:7,9). Memang kata-kata yang dipakai sangat jelas menyatakan sikap Tuhan Yesus sendiri dan sikap yang Ia nasehatkan kepada pendengar-pendengarNya. Jika pikiran dan kemauan ditekadkan untuk melakukan kehendak Allah, maka perkataan dan perbuatan tidak akan menyimpang dari padanya. Disamping itu, jika ini yang terjadi, maka akan ada penekanan pada aspek-aspek batiniah dan rohaniah dari etika dan agama daripada aspek-aspek lahiriah dan duniawi. Pemikiran bahwa suatu tuntutan agama bisa lebih diprioritaskan daripada kewajiban seseorang kepada orang tuanya adalah salah satu yang ditentang Tuhan Yesus (Band. Markus 7:10-13). Pemikiran seperti ini disetujui oleh beberapa penafsir Hukum Taurat pada waktu itu, tetapi dalam hal ini orang Yahudi secara umum setuju dengan ajaran Tuhan Yesus. Sekali lagi Tuhan sangat tidak mengindahkan detail-detail dan upacara penyucian atau aturan-aturan makan, karena hal ini tidak mempunyai bobot etis. Markus bahkan mengatakan, bahwa dengan pernyataan-pernyataanNya mengenai perkara ini Ia menyatakan semua makanan halal (Mark. 7:19) => kelihatannya ini melanggar Hukum Taurat, tetapi dilakukan karena bagi Tuhan Yesus bukan masalah fisik yang terutama tetapi yg diutamakan adalah masalah hati (bagian terdalam dari manusia).

Tetapi bukankah upacara-upacara mencuci tangan dan aturan tentang makanan termasuk dalam iota-iota dan titik-titik dari Hukum Taurat? Tidakkah mereka termasuk paling tidak dalam ‘perintah Hukum Taurat paling kecil?’ Mungkin begitu, tetapi di mata Tuhan Yesus ‘keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan’ jauh lebih penting lagi (Mat. 23:23). Dan bagaimana dengan upacara-upacara korban? Mereka jelas termasuk dalam Hukum Taurat, tetapi sikap Tuhan Yesus terhadap hal semacam itu dimantapkan dalam kutipanNya dari seorang nabi besar PL: “Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan” (Hos. 6:6). Hanyalah Matius sendiri, diantara empat penginjil, yang mencatat bahwa Tuhan Yesus mengutip kata-kata ini, dan ia mencatat bahwa Tuhan Yesus menggunakan kata-kata itu dua kali (Mat. 9:13 dan 12:7). Hukum Taurat digenapi lebih secara etis dari pada secara upacara. Tuhan Yesus meneguhkan penekanan dan nabi-nabi besar ketepatan dalam pelaksanaan upacara-upacara agama itu sia-sia belaka kalau seseorang lalai “berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah” (Mikha 6:8). Yang penting adalah manusia, bukan hal-hal yang tidak bernyawa.

Bagi Tuhan Yesus, Hukum Taurat adalah pernyataan dari kehendak Allah, kehendak Allah itu kekal dan tidak bisa diubah. Tuhan Yesus datang bukan untuk mengubah kehendak Allah, Ia menggenapinya. Standar ketaatan kepada kehendak Allah yang Ia berikan, lewat teladan dan ajaranNya, lebih tepat daripada standar yang diberikan lewat Hukum yang Tertulis. Ia menekankan bahwa kehendak Allah harus dilakukan dari hati. Tetapi, dengan menekankan hal ini, Ia menyediakan jalan dimana melakukan kehendak Allah dan hati bukan merupakan angan-angan yang tidak bisa dilakukan. Jika Paulus dikutsertakan untuk menafsirkan ajaran Tuhan Yesus ini, maka rasul yang menyatakan bahwa pria dan wanita dibenarkan di hadapan Allah karena iman kepada Tuhan Yesus dan bukan karena melakukan Hukum Taurat juga menyatakan bahwa barangsiapa yang beriman kepada Tuhan Yesus menerima Roh Kudus sehingga ‘tuntutan Hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh’ (Roma 8:4). Injil menuntut lebih banyak daripada Hukum Taurat, tetapi Injil memberikan kuasa untuk melakukannya di dalam Yesus Kristus. Karena itu teladanilah Kristus yang adalah Tuhan atas Sabat. Bukan fokus kepada hari Sabatnya, tetapi fokus kepada "mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." (Mark. 12:33).

3 komentar:

  1. Matius 5:17-20
    (17) "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. (20) Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

    kutipan perjanjian lama tersebut sangat jelas sekali Yesus menggenapi ajaran Musa,bukan menghilangkan satu iota pun, namun kebanyakan orang kristen (pengikut paulus) tidak mentaatinya. tidak sembahyang, tidak zakat, tidak disunat , memakan babi, meminum anggur. sesungguhnya orang kristen sekarang bukan mengikuti ajaran Yesus.

    BalasHapus
  2. @Anonymous

    Satu iota yg dimaksud dlm bagian itu menunjuk kepada penggenapan di dalam Kristus. Jadi tdk ada yg salah.. Salam.

    BalasHapus
  3. Maksudnya penggenapan menghilangkan hukum taurat ya om.

    BalasHapus