Untuk melaksanakan tugas sebagai pengkhotbah biblikal, kita
harus bertekat melakukan kebenaran-kebenaran tertentu.
Alkitab adalah Firman Allah. Seperti
yang disampaiakan oleh Agustinus, “Ketika
Alkitab berkata, Allah berkata.” Ini adalah keyakinan bahwa jika saya
benar-benar bisa mengerti konteks suatu bagian, maka saya tahu apa yang Allah
mau katakan.
Keseluruhan Alkitab adalah Firman Allah.
Bukan hanya surat Roma, melainkan Imamat, bukan hanya surat Efesus, melainkan
Ester. Bukan hanya bagian-bagian “yang panas” tetapi juga bagian-bagian “yang
dingin.”
Alkitab membuktikan kebenarannya sendiri.
Jika orang bisa diperlihatkan pada suatu pemahaman Kitab Suci dengan dasar yang
umum, maka mereka tidak membutuhkan pembelaan-pembelaan tentang keaslian Kitab
Suci. Itu sebabnya, seorang pendengar atau pembaca tidak perlu menerima kedua
komitmen pertama sebelum Allah bisa berkarya di dalam kehidupan seseorang
melalui Firman-Nya.
Ini menghasilkan “maka berkatalah Tuhan”
pada pendekatan berkhotbah. Di sini saya tidak sedang membicarakan
tentang metode Homiletika, melainkan tentang kerinduan menyingkapkan Kitab Suci
sehingga kedaulatan beritanya terletak pada Alkitab.
Murid Alkitab harus berupaya memahami maksud
dari penulis Alkitab. Pertanyaannya yang pertama adalah, “apakah yang penulis Alkitab ingin katakan kepada
pembaca Alkitab? Mengapa?” Teori Tanggapan Pembaca yang dianut oleh banyak
sarjana sastra hari ini tidak sesuai untuk mempelajari Alkitab. Singkat kata, “Alkitab
tidak bisa diartikan menurut apa yang tidak dimaksudkannya.”
Alkitab adalah kitab tentang Allah.
Kitab ini bukanlah kitab nasehat rohani tentang “jawaban-jawaban” yang kita
butuhkan atas perkawinan yang bahagia, seks, pekerjaan, atau penurunan berat
badan. Sekalipun Kitab Suci merefleksikan mengenai isu-isu tersebut, isinya
melampaui segala hal tentang siapa Allah dan apa yang Allah pikirkan dan
kehendaki. Saya memahami kenyataan hanya jika saya memiliki apresiasi atas
siapa Dia dan apa yang Dia inginkan untuk dan dari ciptaanNya.
Kita tidak “menjadikan Alkitab relevan” ;
kita menunjukkan relevansinya. Kebenaran, serelevan air bagi dahaga dan
makanan bagi yang lapar.
Haddon Robinson, the Art & Craft of Biblical Preaching
Tidak ada komentar:
Posting Komentar